Tuesday, October 20, 2009

Pantang pulang sebelum padam!

Filosofi api: jika kecil menjadi kawan, namun jika besar, lawan!

Pantang pulang sebelum padam! Semua masalah tak boleh kita tinggal lari begitu saja, hadapi dengan keberanian dan semua kemampuan, selesaikan secepat mungkin!

Menurutku pekerja yang paling top dan handal hanya pemadam kebakaran. Tak lain karena kerjanya yang sigap, membutuhkan keberanian, kemampuan yang handal, dan nekat. Tapi siapa yang mengharapkan kedatangan pemmadam kebakaran? Kurasa tak ada yang mengharapkan jasa mereka. Sebab mereka datang atas panggilan musibah, hal yang tak patut kita harapkan.

Gambar dicolong dari sini.

Read More..

Monday, October 5, 2009

Menganalisa Kekuasaan menurut Bertrand Russell


Zaman sekarang ilmu pengetahuan secara tidak terelakkan telah mengharuskan kita semua untuk hidup atau mati. [Russell]






Judul buku: Kekuasaan: Sebuah Analisis Sosial Baru, judul asli Power: a New Social Analysis.
Penulis: Bertrand Russell.
Kata pengantar: Mochtar Lubis.
Penerjemah: Hasan Basri.
Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Cetakan: pertama, September 1988.
Jumlah halaman: 243+viii.

Kunci dinamika sosial ditemukan Marx dalam kekayaan, dan oleh Freud dalam seks, sedangkan teori baru mengenai dinamika kekuasaan yang oleh Russell, dalam kekuasaan. Russell dengan meyakinkan menerbitkan telaah dan segala upaya pemahamannya dengan sangat brilian dalam bukunya "Power: a New Social Analysis" yang terbit tahun 1938. Analisanya yang dalam mengenai bentuk-bentuk kekuasaan, bagian-bagiannya, batas-batasnya, faktor-faktor pembentuk kekuasaan hingga solusi untuk menjinakkan kekuasaan.

Ada hubungan saling membutuhkan yang berkait-kelindan antara pemimpin yang ingin berkuasa secara eksplisit, dan secara implisit pada manusia yang bersedia mengikuti sang pemimpin. Seorang pemimpin berhasil menjadi penguasa bukan hanya karena dorongan hendak berkuasa dalam dirinya sendiri, tetapi didukung juga oleh dorongan lain yang hendak berkuasa pada pengikutnya yang cukup menjadi pendukung atau pengikutnya saja.

Emosi manusia berbeda dengan emosi binatang. Seekor ular piton sesudah makan akan tidur hingga ia merasa lapar lagi. Sedangkan manusia tidak pernah puas dengan segala pencapaiannya. Apa yang ia dapatkan, ia akan berusaha untuk mendapatkan lebih, tidak sekedar mencukupi kebutuhan semata. Seseorang yang sudah memiliki sedikit pengaruh atau kekuasaan akan merasa puas jika pengaruh dan kekuasaannya bertambah barang sedikit saja. Tetapi mereka salah, semakin bertambah kekuasaan, semakin besar keinginan manusia untuk memperoleh kekuasaan pada tingkat yang paling puncak.

Ketimpangan dalam pembagian kekuasaan sejak dulu terdapat dalam komunitas-komunitas manusia. Kebanyakan kegiatan kolektif hanya mungkin dilakukan apabila diarahkan oleh suatu badan pengatur. Demi kelancaran lalu lalang kereta api, diperlukan sejumlah orang yang mengatur penjadwalan dan mengurusi tiap hal yang berhubungan dengan penumpang, pengemudi, dan kereta api itu sendiri. Walaupun kereta api adalah fasilitas milik semua rakyat, tetap saja rakyat tidak bisa seenaknya saja mengubah ketentuan dan jadwal perkereta apian milik bersama itu.

Pun begitu dengan pemerintah. Pemerintah yang terpilih secara demokratispun tetaplah pemerintah. Demi keberhasilan dan kesejahteraan kolektif, harus ada sekelompok orang yang memberi perintah dan yang lain harus menjalankannya. Kedua kutub ini memiliki peranan subjek dan objek dalam bentuknya yang paling kolot tidak bisa menjadi panutan. Sayang sekali pendidikan formal kita sejak kecil sudah terbiasa dan secara sengaja menggiring anak didik menjadi seperti itu. Golongan yang unggul memiliki peluang menguasai golongan lain yang memiliki sifat lebih taat dan pasif, menjadi objek mereka.

Cinta kekuasaan sebagai suatu motif dibatasi oleh rasa takut, yang juga membatasi keinginan untuk mengarahkan diri sendiri. Oleh karena kekuasaan memungkinkan kita merealisasikan lebih banyak keinginan kita daripada apa yang dicapai tanpa kekuasaan. Oleh karena kekuasaan menimbulkan rasa hormat dari orang lain, maka wajar saja untuk menginginkan kekuasaan kecuali hal itu dihalangi oleh rasa takut. Sifat takut seperti itu dapat dikurangi dengan kebiasaan memikul tanggung jawab, dan oleh sebab itu tanggung jawab cenderung memperbesar keinginan untuk berkuasa.

Ada tipe ketiga yang berbeda dengan kedua tipe subjek dan objek yang konservatif di atas, yaitu mereka yang menarik diri. Ada orang-orang yang mempunyai keberanian menolak untuk tunduk tanpa memiliki nafsu untuk berkuasa yang melahirkan keinginan untuk menjadi pemimpin. Orang-orang seperti itu tidak mudah menyesuaikan diri pada struktur sosial, dan dengan salah satu cara mereka mencari tempat pelarian di mana mereka dapat merasakan semacam kenyamanan dan kebebasan menyendiri. Kadangkala, orang-orang macam ini memiliki arti khusus dalam sejarah.

Russell mengelompokkan kekuasaan menjadi dua bagian yang juga memilik kegunaan masing-masing atas objek penguasaannya: kekuasaan atas manusia, dan kekuasaan atas materi tak bernyawa atau bentuk-bentuk kehidupan selain manusia.

Dalam buku ini, Russell hanya membahas kekuasaan manusia atas manusia dalam segala bentuknya dengan metodologis dan mendalam. Kekuasaan manusia atas selain manusia bukan menjadi pokok bahasan buku ini, sebab ia hanya menganalisa kondisi psikis dan sosial manusia. Kekuasaan atas manusia menurut Russell dapat dikelompokkan dari segi cara mempengaruhi individu-individu, atau menurut jenis organisasinya yang terlibat. Seorang individu dapat dipengaruhi dengan:
1. Kekuasaan fisik yang langsung atas tubuhnya, umpamanya ia dipenjara atau dibunuh.
2. Ganjaran dan hukuman sebagai perangsang, seperti dengan memberikan atau tidak memberi pekerjaan.
3. Mempengaruhi pendapat, seperti propaganda dalam arti seluas-luasnya.

Dalam contohnya yang paling sederhana, cara manusia memperlakukan binatang menjelaskan hal itu dengan gamblang. Apabila keledai dipaksa dengan tali kekang, maka ini adalah kekuasaan fisik yang menimpanya. Apabila ia dirangsang dengan makan misalnya wortel, kita merangsangnya untuk berbuat seperti yang kita inginkan dengan jalan membujuknya seolah-olah hal itu demi kepentingannya sendiri. Di antara hal-hal itu terdapat juga binatang yang terlatih dengan kebiasaan-kebiasaannya, di mana domba pemimpin harus kita seret dengan paksa untuk dapat kita angkut, maka semua kawanan domba yang lain secara otomatis akan mengikuti. Semua perumpamaan itu juga terdapat pada kalangan manusia. Tali kekang menggambarkan kekuasaan militer dan polisi, wortel menggambarkan kekuasaan propaganda, dan domba sebagai perumpamaan yang terakhir menggambarkan kekuasaan pendidikan kita.

Organisasi-organisasi yang paling penting secara kasar dapat dibedakan menurut jenis kekuasaan mereka. Tentara dan polisi mempunyai kekuasaan memaksa terhadap badan, organisasi-organisasi ekonomi menggunakan ganjaran dan hukuman sebagi perangsang dan pencegah, dan sekolah, organisasi masyarakat, partai-partai politik dan berbagai institusi pendidikan dan keagamaan bertujuan mempengaruhi pendapat.

Akan tetapi perbedaan-perbedaan itu tidak begitu jelas, sebab setiap organisasi menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan yang lain di samping bentuk kekuasaan yang merupakan cirinya yang paling khas. Kekuasaan hukum dapat menggambarkan kedaan yang rumit itu. Kekuatan yang paling pokok dari hukum adalah kekuasaan negara yang sifatnya memaksa. Hukum merupakan seperangkat peraturan mengenai bagaimana caranya negara menggunakan hak istimewanya terhadap warganya. Akan tetapi negara menggunakan hukum tidak hanya dengan maksud mencegah tindakan fisik yang tidak diinginkan, melainkan juga sebagai perangsang. Ada denda, ada hukuman fisik, dan ada juga reward atas penghargaan warga terhadap hukum negara, yang kesemuanya itu merupakan hak istimewa negara terhadap warganya. Mungkin saja itu tidak teraplikasi terhadap semua warganya, bisa saja ada sekelompok orang yang teristimewakan oleh negara, dan negara dibenarkan dalam hal tertentu yang tidak lazim ini sebab negara mempunyai hak istimewa sendiri yang rumit untuk dijelaskan.

Kekuasaan yang tidak didasarkan atas tradisi atau persetujuan dinamakan Russell dengan kekuasaan tanpa persetujuan (naked power). Kekuasaan tanpa persetujuan biasanya bersifat militer, dan bisa berbentuk tirani intelektual atau penaklukan oleh pihak asing. Russell menyebut suatu kekuasaan sebagai kekuasaan revolusioner apabila hal itu bertumpu pada suatu kelompok besar yang dipersatukan oleh semangat suatu kepercayaan, program, perasaan baru, atau hasrat akan kemerdekaan. Sedangkan kekuasaan tanpa persetujuan merupakan hasil dorongan dan hasrat akan kekuasaan individu akan kelompok-kelompok tertentu dan hanya dapat menundukkan para pengikutnya melalui rasa takut, bukan dengan kerjasama yang aktif.

Bentuk-bentuk kekuasaan diklasifikasikan menjadi 6 bentuk:
1. Kekuasaan religius.
2. Kekuasaan raja.
3. Kekuasaan tanpa persetujuan.
4. Kekuasaan revolusioner.
5. Kekuasaan ekonomi.
6. Kekuasaan atas pendapat.


1. Kekuasaan Religius

Bentuk kekuasaan religius paling primitif adalah dukun yang memiliki dua kekuasaan sekaligus, yang oleh para antropolog dinamakan kekuasaan religius dan kekuasaan magis. Dukun dengan kekuatan religius dan magisnya mampu berbuat baik atau jahat yang tidak dimiliki oleh orang lain. Sampai pada tingkatan yang paling tak masuk akal sekalipun, praktek perdukunan memiliki kekuatan yang luar biasa. Jangan dikira jampi jampi yang tak masuk akal tidak memiliki kekuatan apapun. Setidaknya secara psikologis jampi jampi itu lebih efektif daripada pengobatan modern, teknologi canggih dan usaha mati-matian manusia. Sugesti yang terkandung di dalamnya lebih membantu manusia dari hal apapun yang ia percayai di jagat raya ini.

Kaum agamawan sangat paham akan besarnya pengaruh religius dalam semua lini kehidupan manusia. Dalam beberapa kasus, Paus merestui pengangkatan raja raja eropa jaman dahulu. Khalifah akan dikritik oleh kaum agamawan jika ia berbuat ketidakadilan. Pihak yang memiliki kekuatan religius dapat menafsirkan perbuatan penguasa dengan dosa apabila kebijakannya tidak menguntungkan mereka, dan di sisi lain penguasa akan dijanjikan tempat di surga apabila ia menyenangkan bagi kaum agamawan dan rakyatnya. Terbukti dosa dan ganjaran, halal dan haram, restu dan cercaan merupakan hal yang dimiliki secara alamiah oleh kaum agamawan. Secara sadar diri mereka memonopoli hal-hal penting ini demi kekuasaan religius yang pengaruhnya luas bagi manusia.


2. Kekuasaan Raja

Raja seperti para rohaniawan sudah ada sejak jaman prasejarah. Walaupun ia belum tentu memiliki kerajaan dengan luas daerah jangkuan secara spesifik, tetap saja ia raja bagi para rakyat dan pengikutnya. Hukum dan aturan ada pada kekuasaannya, dan hal itu bersifat mengikat dan mengekang bagi rakyatnya. Sedangkan bagi raja sendiri, tidak ada aturan baku yang mengharuskan ia mengurusi kebutuhan rakyat, mengadili yang bersalah, ataupun konsisten dengan sikapnya. Dalam kekuasaannya, sah-sah saja ia selama 24 jam penuh bersenang-senang, bersenda gurau, atau tidur di kamar yang selalu dijaga ketat oleh para bawahannya.

Sifat sifat diktator seperti ini biasanya hanya ditemukan dalam kekuasaan raja tradisional. Dalam masyarakat modern, kekuasaan raja biasanya hanyalah simbol belaka. Hukum dan aturan kehidupan sudah diatur oleh majlis yang bertugas dengan urusannya masing-masing. Raja yang diktator akan mendapatkan perlawanan sengit entah dari luar ataupun dari dalam. Jika perlawanan itu dari luar, maka itu adalah peperangan antar negara atau kerajaan, dan jika dari dalam maka itu bisa berbentuk revolusi yang siap menggulingkan raja yang lalim.

Kekuasaan raja dan kekuasaan religius dikategorikan oleh Russell dalam kekuasaan tradisional

3. Kekuasaan Tanpa Persetujuan

Kekuasan ini tidak memerlukan persetujuan pihak yang diperintah (objek). Contohnya adalah kekuasaan jagal atas sapi, kekuasaan militer atas bangsa yang ditaklukkannya, kekuasaan polisi atas anggota komplotan yang tertangkap. Kekuasaan gereja katolik atas umat katolik adalah kekuasaan tradisional, tetapi kekuasaan mereka atas kaum bidah adalah kekuasaan tanpa persetujuan, seperti halnya kekuasaan negara atas kelompok pemberontak.

Kekuasaan tanpa persetujuan timbul karena dua hal yang berbeda: pertama, apabila dua atau lebih keyakinan yang fanatik untuk berkuasa, dan kedua, apabila kepercayaan tradisional sudah pudar tanpa ada penggantinya, sehingga tidak ada batas bagi ambisi pribadi.

Definisi kekuasaan tanpa persetujan bersifat psikologis, dan suatu pemerintah mungkin saja menggunakan kekuasaan ini terhadap sebagian rakyatnya, tetapi tidak untuk sebagian yang lain.

4. Kekuasaan revolusioner

Revolusioner yang dimaksud di sini adalah menghendaki perubahan yang mendasar dan menyeluruh dalam sistem kekuasaan itu (lihat KBBI, revolusioner). Kekuasaan tradisional dapat tergantikan dengan salah satu kekuasaan ini: revolusioner atau tanpa persetujuan. Hal ini dapat disebabkan skeptisme yang akut pada masyarakat yang sehari-harinya selalu berkutat dengan kekuasaan tradisional.

Memang benar bahwa apabila suat revolusi berhasil, sistem yang dilahirkannya akan cepat berubah menjadi sistem kekuasaan tradisional. Juga benar bahwa perjuangan revolusioner jika berlarut-larut dan hebat, sering merosot kepada suatu perjuangan untuk memperoleh kekuasaan tanpa persetujuan. Hal itu seringkali secara sadar tidak terelakkan lagi melalui beberapa tahapan yang efektif dengan adanya doktrin-doktrin dan propaganda.
Walaupun demikian, penganut suatu keyakinan baru secara psikologi sangat berbeda dengan petualang yang ambisius, dan pengaruh mereka cenderung lebih penting dan lebih kekal.

Dalam memberikan contoh kekuasaan revolusioner ini, Russell menggambarkannya dalam masa awal agama Kristen, zaman reformasi, revolusi Prancis dan nasionalismenya, dan terakhir sosialisme dan revolusi Rusia.

5. Kekuasaan ekonomis

Kekuasaan ekonomis bukan merupakan kekuasaan utama, melainkan diturunkan oleh hal lain. Dalam suatu negara, kekuasaan ekonomis tergantung pada hukum. Hubungan antara kekuasaan ekonomis dan pemerintah, sampai tingkat tertentu bersifat timbal balik. Artinya, sekelompok orang jika bergabung dapat memperoleh kekuasaan militer, dan setelah memilikinya dapat memperoleh kekuasaan ekonomis.

Kekuasaan ekonomis dalam negara walaupun pada hakikatnya berasal dari hukum dan pendapat umum bisa saja dengan mudah memperoleh kemandirian tertentu. Kekuasaan ekonomis itu dapat mempengaruhi hukum dengan korupsi dan mempengaruhi pendapat umum dengan propaganda. Kekuasaan ini dapat menyebabkan para politisi berkewajiban merintangi kebebasan mereka. Kekuasaan ini dapat menimbulkan suatu krisis keuangan. Namun apa yang telah dicapai ada batas-batasnya.

Kekuasaan organisasi-organisasi ekonomi untuk mempengaruhi keputusan-keputusan politik dibatasi oleh pendapat umum yang berkenaan dengan banyak soal, tidak dapat digoncangkan oleh propaganda yang sangat intensif sekalipun. Demokrasi di mana pun berada, mempunyai realitas yang lebih kuat daripada apa yang diakui oleh banyak penentang kapitalisme.

Intinya, kekuasaan ekonomis suatu unit militer (yang dapat terdiri dari beberapa negara merdeka) tergantung pada:
- kemampuannya untuk mempertahankan wilayahnya sendiri
- kemampuannya untuk mengancam wilayah-wilayah lain
- pemilikan bahan mentah, bahan pangan, dan ketrampilan industri
- kemampuannya untuk memasok barang-barang dan jasa yang diperlukan oleh unit-unit militer lain.

Dalam semua hal ini, faktor-faktor militer dan ekonomi berbaur secara tidak terpisahkan lagi. Arti penting faktor-faktor ekonomi dalam perang terus meningkat dengan mantap sementara perang mejadi semakin dimekanisasi dan ilmiah. Akan tetapi kita belum bisa mengatakan secara pasti bahwa pihak yang memiliki sumber-sumber ekonomi lebih besar peluangnya untuk menang. Arti penting propaganda dalam upaya membangkitkan semangat nasional telah meningkat sama pesatnya dengan faktor-faktor ekonomi.

Dalam hubungan-hubungan ekonomi suatu negara, hukum menetapkan batas-batas dari apa yang dapat dilakukan untuk menyadap kekayaan orang lain. Seorang individu atau suatu kelompok harus memiliki monopoli atas sesuatu yang diinginkan pihak lain. Praktek monopoli bisa diciptakan dengan undang-undang. Umpamanya hak paten, hak cipta, hak milik atas tanah. Dapat juga melalui penggabungan, seperti perserikatan resmi, agen tunggal, dan yang lainnya. Tingkat kekuasaan ekonomis yang sebenarnya dimiliki oleh kelompok atau perorangan tergantung pada kekuatan militer dan pengaruh melalui propaganda, maupun pada faktor-faktor yang biasanya dibahas dalam ilmu ekonomi. Ekonomi sebagai sebuah ilmu yang terpisah, tidak realistis, dan menyesatkan, jika digunakan sebagai pedoman dalam praktek. Ia hanya sebuah unsur yang sangat penting dalam suatu telaah yang lebih luas, yakni ilmu tentang kekuasaan.

6. Kekuasaan atas pendapat

Pandangan yang menyatakan bahwa pendapat itu senjata ampuh dan bahwa semua bentuk kekuasaan lainnya berasal dari pendapat kiranya mudah dipahami. Militer tak ada gunanya kecuali prajurit-prajuritnya yakin akan kebenaran tujuan perjuangan mereka, atau dalam hal serdadu-serdadu sewaan apabila mereka yakin kemampuan komandan mereka untuk dapat memberikan kemenangan. Hukum tidak berdaya kecuali jika dipatuhi secara umum. Bank-bank juga sangat tergantung pada hukum. Bayangkan saja bila peminjam diperbolehkan untuk tidak membayar bunganya, lembaga-lembaga keuangan akan kolaps. Pendapat keagamaan lebih memiliki pengaruh daripada negara. Nah, di sinilah kekuatan pendapat menjadi sangat urgen dalam menguasai orang lain.

Benar bahwa pendapat merupakan suatu unsur yang pokok dalam kekuatan militer, akan tetapi adalah sama benarnya bahwa kekuatan militer juga dapat menghasilkan pendapat. Suatu keyakinan pada mulanya tidak pernah memiliki suatu kekuatan, dan langkah pertama untuk menimbulkan suatu pendapat yang luas harus diambil hanya dengan menggunakan kemahiran membujuk saja.

Dengan demikian ada permainan jungkat-jungkit: mulanya kemahiran membujuk murni dapat meyakinkan suatu minoritas, kemudian digunakan kekuatan untuk mengusahakan agar anggota komunitas lainnya bisa diyakinkan dengan propaganda yang dianggap tepat, dan akhirnya mayoritas akan dapat benar-benar dapat diyakinkan, dan dengan demikian penggunaan kekuatan tidak diperlukan lagi.

Kepercayaan massa akan lebih mudah dicapai jika pendapat yang kita tawarkan diterima. Tiga unsur yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh: keinginan, bukti, dan pengulangan. Strategi marketing yang cukup jitu dan terpercaya dalam semua iklan intinya ada dalam 3 hal itu. Kepercayaan massa akan menghasilkan keyakinan, dan bisa mencapai tahap fanatik jika selalu diulang-ulang dan dibuktikan dengan tak ada hal lain yang lebih baik dari yang kita tawarkan kepada massa.

Dalam lingkup negara, propaganda hanya akan berhasil jika ia selaras dengan sesuatu yang terdapat dalam diri pendengarnya: keinginan untuk hidup tenang, untuk memperoleh jaminan kesehatan, agar bangsanya menjadi besar, dan hal lain. Apabila tidak ada alasan-alasan mendasar seperti itu, penonjolan otoritas disambut dengan skeptisisme yang sinis. Salah satu kelebihan demokrasi dilihat dari sudut pandang pemerintah ialah bahwa sistem ini mempermudah usaha menipu rakyat awam, oleh karena menganggap pemerintah sebagai pemberi perintah. Dalam negara demokrasi, suatu mayoritas hanya dapat menentang pemerintah dengan terlebih dahulu mengakui bahwa mereka telah keliru memandang baik mengenai pemimpin-pemimpin yang mereka pilih, suatu hal yang sulit dan tidak menyenangkan untuk dilakukan.

Apabila hanya satu doktrin saja yang diizinkan dengan resmi, tidak ada kesempatan bagi rakyat untuk melatih diri dalam berpikir dan menimbang-nimbang alternatif. Hanya suatu gelombang besar pemberontakan hebat yang dapat membasmi kekolotan. Dan untuk membuat pihak oposisi menjadi nekat meraih keberhasilan, nampaknya bahkan apa yang benar sekalipun dalam dogma pemerintah perlu disangkal. Kekolotan doktrin pemerintah dilawan dengan doktrin oposisi yang sama sekali baru.

Menjinakkan Kekuasaan

Ketika lewat dekat Gunung Thai, Konfusius melihat seorang wanita sedang menangis sejadi-jadinya di sisi sebuah kuburan. Sang Guru dengan segera membelokkan kendarannya dan mendekati orang itu. Lalu ia menyuruh Tze-lu untuk menanyai wanita itu. "Anda meratap seperti orang yang telah tertimpa kemalangan yang bertubi-tubi," katanya. "Memang benar," jawab wanita itu. "Suatu ketika ayah suami saya dibunuh oleh seekor harimau di sini. Suami saya juga dibunuh, dan sekarang anak laki-laki saya telah meninggal dengan cara yang sama." Sang Guru berkata "Mengapa Anda tidak meninggalkan tempat ini?" Lalu ia menjawab. "Di sini tak ada pemernitah yang menindas." Lalu Sang Guru berkata "Camkan ini anak-anakku, pemerintah yang menindas lebih mengerikan daripada harimau."

Beberapa kondisi yang dibahas dalam bab Menjinakkan Kekuasaan ini:
1. Kondisi politik
2. Kondisi ekonomi
3. Kondisi propaganda
4. Kondisi psikologis dan kependidikan.

1. Kondisi politik

Kelebihan-kelebihan demokrasi bersifat negatif: ia tidak menjamin adanya pemerintahan progresif yang menuju arah yang lebih baik, namun ia mencegah keburukan-keburukan tertentu.

Ada kecenderungan sejak masa kecil, anak yang baik adalah yang menuruti perintah orang tua, dan nakal jika tidak. Hal ini akan terus tertancap sampai ia menjadi pemimpin politik. Ia akan mendefinisikan yang baik adalah yang manut terhadap kebijakan dan strateginya, dan yang nakal adalah musuh-musuh politiknya yang mbalelo. Dalam pemerintahan yang berjalan hal ini tetap berlaku, pasalnya partai politik lawan yang oposan terhadap pemerintah dan partai penguasa, akan selalu dimusuhi. Sedangkan bagi partai politik oposan, perlu menjadi oposisi guna mengontrol kebijakan penguasa dan menyalurkan aspirasi minoritas yang tidak beruntung oleh keputusan dan kebijakan pemerintah.

Demokrasi walaupun perlu, sama sekali bukan satu-satunya persyaratan yang dibutuhkan untuk menjinakkan kekuasaan. Dalam demokrasi ada kemungkinan bagi mayoritas untuk melakukan tirani yang kejam dan sama sekali tidak perlu terhadap minoritas. Upaya-upaya untuk menjamin hak-hak minoritas, sejauh hal itu selaras dengan pemerintahan yang tertib merupakan bagian yang penting dari penjinakan kekuasaan. Maka perlu diperhatikan urusan-urusan yang harus ditangani masyarakat secara keseluruhan, dan soal-soal mana yang tidak memerlukan penyeragaman.

Maka demokrasi menurut Montesquieu harus dipisah menjadi tiga lembaga besar: eksekutif, legislatif dan yudikatif, yang tiap bagian memiliki kewenangan tertentu yang terbatas dan tidak bisa memberikan keputusan sewenang-wenang. Fungsi, tugas dan kewenangan mereka tercantum dalam undang-undang yang digunakan negara. Tidak ada intimidasi terhadap minoritas, sebagaimana tidak ada monopoli bagi mayoritas.

2. Kondisi ekonomi

Demokrasi menjadi penting agar supaya pemilikan dan kekuasaan negara atas perusahaan-perusahaan ekonomi setidaknya memberi manfaat bagi warga pada umumnya, akan tetapi haruslah demokrasi yang efektif. Dan ini akan lebih sulit diwujudkan zaman sekarang, oleh karena kelas pejabat resmi jika tidak diawasi ketat akan menggabungkan kekuasaan yang sekarang dipegang oleh pemerintah dan orang-orang yang menuasai industri dan keuangan. Oleh sebab itu walaupun pemilikan dan kekuasaan negara atas semua industri besar dan keuangan merupakan suatu persyaratan yang perlu untuk menjinakkan kekuasaan, hal itu masih jauh dari memadai. Persyaratan itu masih harus dilengkapi dengan suatu demokrasi yang lebih menyeluruh, lebih terjamin terhadap tirani resmi, dan dengan ketentuan yang lebih tegas mengenai kebebasan propaganda, dibandingkan dengan setiap demokrasi politik yang pernah ada.

Kata pemilikan tidaklah sama dengan penguasaan. Sebagai contoh, perusahaan kereta api dimiliki oleh negara, dan yang dianggap negara sendiri adalah seluruh warga negara. Kenyataan yang ada, hal ini tidak menjamin secara pukul rata setiap warga mempunyai kekuasaan atas perusahaan kereta api.

Tanpa demokrasi, pelimpahan tanggung jawab, dan kekebalan hukum terhadap hukuman ekstra-legal, maka gabungan kekuasaan ekonomi dan politik hanya merupakan alat tirani yang baru dan merugikan. Maka pemusatan kekuasaan negara atas ekonomi harus didistribusikan secara luas, dan golongan-golongan bawah harus mendapatkan otonomi secara leluasa.

3. Kondisi propaganda

Dalam hidup, harus ada kemungkinan bagi tiap orang untuk menyampaikan keluhannya mengenai hal-hal yang ia rasa tidak adil. Harus ada kebebasan beragitasi asalkan tidak menghasut orang lain melanggar hukum. Hendaknya ada cara-cara untuk menuntut pertanggungjawaban pejabat-pejabat yang melampaui kekuasaan dan menyalahgunakannya. Pemerintah yang sedang berkuasa tidak boleh berkesempatan melanggengkan diri dalam pemilihan melalui intimidasi, kecurangan, kampanye hitam, atau cara tidak fair lainnya. Tidak boleh ada hukuman resmi ataupun tidak resmi bagi setiap kritik yang beralasan. Pada waktu ini, sebagian besar hal itu telah dicapai oleh pemerintah politik di negara-negara demokratis, yang menyebabkan orang-orang politik yang berkuasa menjadi sasaran kritik yang bermusuhan hampir dari setengah jumlah rakyatnya. Keadaan itu menyebabkan mereka tidak mungkin melakukan banyak kesalahan, setidaknya meminimalisirnya. Inilah syarat-syarat propaganda untuk menjinakkan kekuasaan.

4. Kondisi psikologis dan kependidikan.

Persyaratan-persyaratan psikologis untuk menjinakkan kekuasaan boleh dikatakan paling sulit. Dalam kaitanyya dengan psikologi kekuasaan, kita telah melihat bahwa rasa takut, kemarahan yang tidak rasional, dan segala macam kobaran perasaan kolektif yang hebat cenderung mendorong orang mendorong orang mengikuti seorang pemimpin yang biasanya memanfaatkan kepercayaan mereka untuk mengangkat diri menjadi tiran. Oleh sebab itu, untuk memelihara demokrasi perlu dihindari keadaan-keadaan yang menimbulkan gejolak perasaan umum, dan untuk menyelenggarakan pendidikan sebegitu rupa sehingga rakyat tidak akan terjangkit suasana-suasana seperti itu. Jika terdapat semangat dogmatisme yang fanatik, setiap pendapat yang tidak dapat disetujui bisa mengakibatkan terganggunya ketentraman. Anak-anak sekolah mempunyai kecenderungan memperlakukan dengan buruk seorang anak yang pendapat-pendapatnya dianggap aneh. Pada orang dewasa, pertumbuhan mental kekanak-kanakan seperti ini tetap berkembang. Suatu sentimen liberal yang menyebar luas, yang diwarnai skeptisisme, dapat mempermudah kerjasama sosial, dan dengan demikian lebih memungkinkan kebebasan.

Demokrasi agar berhasil memerlukan penyebarluasan dua sifat yang saling bertentangan. Di satu pihak orang harus percaya pada diri sendiri dan bersedia membela pendapatnya sendiri. Harus pula ada propaganda politik yang saling berlawanan, yang di dalamnya banyak orang mengambil bagian. Di lain pihak, orang harus bersedia tunduk terpaksa atas keputusan mayoritas yang bertentangan dengan keinginannya sendiri. Salah satu dari kedua persyaratan itu mungkin tak terpenuhi: rakyat mungkin terlalu penurut dan pengikut seorang pemimpin yang kuat sampai ia menjadi diktator, atau pihak kedua yang hanya mau menang saja, sehingga bangsa akan jatuh dalam anarki.

Kaitan pendidikan dalam persoalan ini dapat dibahas dari 2 segi: pertama, dalam hubungannya dengan watak dan emosi, dan kedua, dalam hubungannya dengan pengajaran (instruction).

Supaya demokrasi bisa dipraktekkan, rakyat sejauh mungkin harus bebas dari kebencian dan sifat merusak, dan juga dari rasa takut dan sikap membudak. Sementara orang tua dan sekolah memmulai dengan usaha untuk mengajarkan kepada anak-anak ketaatan yang penuh, suatu usaha yang menghasilkan budak, atau pemberontak, yang keduanya tidak diharapkan dalam berdemokrasi.

Tentunya itu semua bermula dari pendidikan sejak kecil hingga dewasa. Sistem pendidikan, metodenya, dan segala perangkatnya haruslah mengsinspirasi anak didik dalam ikut andil berdemokrasi yang humanis. Selama ini pendidikan yang kita kenal mengandung banyak kekurangan dan cacat di sana-sini. Pun di sekolah yang seharusnya mendidik kecerdasan moral dan intelektual kita, diskriminasi atas anak didik dan beberapa sekolah unggulan menciptakan jurangnya sendiri, padahal semua orang sadar hal itu menimbulkan iri sosial yang akut pada rakyat. Hal ini semakin dewasa bukannya semakin sadar untuk melakukan perubahan yang lebih baik, bahkan makin dianggap ada keharusan menciptakan sekat-sekat dalam masyarakat. Bukannya rakyat yang egaliter yang tercipat, tapi kelas-kelas sosial dengan segala kecongkakannya yang akan membumi. Demokrasi tidak memiliki sifat-sifat yang merugikan rakyat seperti itu.

Demokrasi yang ideal menurut Russell sejalan dengan demokrasi menurut penulis. Demokrasi yang harus dimiliki tiap komunitas manusia adalah demokrasi humanis, yang tidak mengagungkan fanatisme terhadap paham tertentu, tidak berdasarkan lokal, tidak mempersoalkan sara, bebas dari ancaman mayoritas, menjunjung tinggi hak asasi manusia, keadilan dan kejujuran. Dalam berdemokrasi, bukan presiden atau pimpinan parlemen yang berkuasa atas rakyat, tapi rakyat yang berkuasa atas diri mereka sendiri dan atas negara yang mereka tinggali.

Terakhir, kekuasaan bukanlah kue tart lezat yang menjadi incaran tiap orang, tetapi itu adalah amanah yang harus kita tunaikan sepenuh tenaga dan dengan hati yang bersih dan niat yang tulus ikhlas. Sebaiknya para penguasa negri kita berkaca diri tiap malam, apa yang telah ia perbuat untuk menyejahterakan "tuan-tuan" mereka (seluruh rakyat)?

Read More..