Friday, November 27, 2009

Ijroat Lagi, Lagi-lagi Ijroat

Berkeluh kesah ada salahnya ndak sih? Kadang manusia memang gemar mencari pembenaran atas tindakannya yang tidak menyenangkan, jadinya terkesan apologis, aku punya julukan sendiri untuk hal itu, pledoi kataku.

Ah terserahlah tulisan ini termasuk apologis, pledoi, unek-unek, curhat, ato termasuk sampah monitor aja. Btw, EYD aku gunakan sekuat tenaga di tulisan-tulisan ilmiah, ex: makalah, resensi buku, artikel lepas, sedangkan yang berbau curhat n unek-unek, ya semauku ajah dunk :P.

Ceritanya begini saudara dan saudari, tgl 27 November (eh, yang bener pake "p" apa "v"? Aku suka pake "v" sih) kan lebaran idul adha, nah 2 hari sebelumnya udah jadi hari libur kerja. Makanya, ijroat terakhir adalah tgl 24 November. Sebenarnya tgl 23 pun aku sudah bisa selesai ijroat menyerahkan semua berkas ke bu'uts untuk taqdim tadzkaroh 'audah (bahasa gaulnya tiket pulang). Tgl 23 aku disuruh ust. Sayyid yang ngurusi minhah mahasiswa ushuluddin ke bu'uts untuk menemui tukang urus tiket pulang, ust. Saif namanya. Nah, setelah berhari-hari ijroat ke kampus, ke murokib lagi, tyus balik ke kampus lagi, tyus ke murokib lagi dengan semangat, akhirnya pas hari H ijraotku ke bu'uts, malah batal.

Alasan makro dari tidak jadinya aku ijroat bukan karena flu yang terus menerus ngejak padu, tapi pegawai-pegawai yang menangan dewe. Mau nagih terus, nanti doi marah dan ngambek ndak mau ngerjain urusan kita. Kalau kita yang bersabar, malah kita disuruh kembali lagi besok, Capek deh... Apa-apaan ini?

Contoh riil dan aku jadi mangkel adalah di konsuler aku memang datang siang, jam 1 tepat setelah dari murokib dan dari kampus. Datang tyus nanya ini-itu sama resepsionisnya, lalu disuruh lapor pendidikan dulu, tyus baru boleh minta syahadah 'unwan (surat keterangan alamat di Indonesia).

Setelah aku isi semua formulir lalu aku tumpuk. Di sela-sela siang itu, nampaklah bapak kita, Prof. Sangidu alias ingkang sinuhun Atdiknas. Beralaskan sandal rumahan, beliau clingak-clinguk ke ruangan kekonsuleran. Lalu berkata sambil tersenyum "Mas Heri, makan dulu, Mas!" Heri yang sedang memegang setumpuk paspor dan berkas-berkas lain yang akan digarap langsung menggeletakkan begitu saja tanpa dosam dan menyahut "Iya pak!"

Dalam pikirku, Pak Sangidu ni buat lama ajah, kan baru ajah mau digarap itu semua kerjaan. Walhasil karena boring n blum sholat, aku tinggal ke Misykati untuk sholat dan PS-an bentar. Setelah 1 jam, aku menuju konsuler yang letaknya tak begitu jauh. Ternyata di sana udah banyak yang antri! Dan ternyata, semua urusan tadi belum digarap. Tertunda oleh makan siang dan istirahat yang kata mas resepsionisnya setengah jam ajah! Aaaarrrrggghhh!

Masih di sana menunggu sambil minum air galonan, sambil wira-wiri dan ganti kursi di kanan-kiri (maklum boring rek). Lalu mas resepsionis mengambil bendera di balkon luar, dan menutup balkon. Aku pikir, pasti hampir jam3, soalnya sudah mau ditutup dan adzan ashar udah terdengar. Yup, hampir jam 3 semua surat dan urusan selesai dibagi-bagikan. Dan ternyata, sembari aku berjalan ke rumah madrasah, kulihat syahadah 'unwanku salah! Arrrgggghhh! Mau balik lagi ke konsuler udah tutup, apa-apaan ini?

Esoknya, ke konsuler jam 10 pagi. Di sana aku tunjukkan suratku yang salah ke mas Heri. Aku merevisi dengan mencoret kertas lain. Kali ini menunggu yang membosankan itu tidak selama yang kemarin. Setelah selesai diriku dipanggil. Aku menerima kertas yang sama, aku cek lagi kesalahan tulis kemarin. What?! Di-tip ex! Kertas yang berlogo burung khayalan Garuda itu di-tip ex dengan tulisan yang benar di atasnya! OMG! Apa-apaan ini?! Kalo cuma tipe ex sih
mending aku kerjain sendiri. Okeylah ndak papa di-tip ex asalkan udah bener.

Next, aku pergi ke murokib minta qoimah kutub. Setelah ngos-ngosan naik tangga dan cari kantor tanya sana-sini, aku balik lagi ke bawah buat fotokopi dan beli materai. Udah gitu balik ke atas lagi, numpuk semua yg dibutuhkan.
Kata pegawainya: bukroh hatigihi hina, insya Allah.
Aku: hwe? Mumkin ta'mil di dilwa'ti? ana 'aizin nahardah.
Pegawainya: oke oke, istanna hinak yabni.

Nunggu berarti bosen. Mending ke bawah sholat dzuhur, lalu balik lagi ke atas. Ternyata ke atas berkasku belum diapa-apain. Aku nunggu sama orang Thailand, Benin, Mesir dan anaknya bawwab yang nakal. Mendinglah ada anak kecil bisa buat tontonan, soalnya dia praktek kerja senyata ibunya yang tiap hari bersih-bersh ruangan kantor. Meja dilap, kursi dilap, lapnya dibasahin juga, dan yang dia nampak bego adalah colokan listrik dilap! Kesetrum sisan kapok kowe le! Yang buat mangkel, kursi dan meja dijungkir-walik seakan-akan dirinya adalah atlet angkat besi!

Rampung dari murokib entah jam berapa, dan nunggu bus ke bu'uts juga lama. Maklum saja, siang-siang itu waktu orang pulang kerja, macetnya ra karuan. Dapet bus, duduk manis dan bayar tentunya. Sesampainya di bu'uts jam 3 lebih dikit. Mau ijroat udah telat. Damn.

Esoknya ijroat jam 11 pagi, kata temennya sih ust. Saif lagi keluar, mungkin 1 jam lagi balik. Okey, jam 12 aku ke sana lagi. Ust. Saif masih keluar, jam 2 dia balik. Buat ngakidke, aku tanya, dia bener masuk kerja kan? Iya. Jam 2 siang aku ke sana lagi, aku tanya, ternyata ust. Saif masih blum pulang. Aku tanya, dia beneran ada hari ini? Iya dia ada. WTF, apa-apaan ini? Bilang ajah dia ndak berangkat, wong kursinya ajah masih dibalik gitu!

Yawdah deh, setelah libur idul adha aku akan kembali ijroat lagi. Kalo aku masih flu, berarti sambil menularkan virus flu aktif ke syu'un syu'un Mesir itu!

Buat yang masih lama di Mesir, jangan patah arang kalo lagi ada urusan sama orang Mesir! Wong yang udah 4 tahun ajah kena bukroh, sa'ah kaman, atau ba'da sa'ataiyn, apalagi yang mahasiswa baru, bukrohnya masih ada sampe nanti pulang!

Read More..

Monday, November 16, 2009

Aku Benci!

Sepi menghunjam
kala rembulan tak lagi terang
dalam gelap yang meringkuk
dengan rakus melahap waktu
tak pernah dihitung oleh bilangan

Jangkrik tak kunjung mengerik
melodi fauna yang penuh arti
-aku merindukannya-

Read More..

Malam, Beri Aku Waktu!

Rembulan menyapa lewat malam
kegelapan mengangguk dan berlalu tanpa kata
Kelelawar hitam sibuk mencari asmara
yang tak akan ia dapati siang hari
mereka terbang dalam dingin
mencari lelah yang menghasilkan
dan akan pulang kala subuh tiba

Read More..

Merindukan Purnama

Sang pejantan menyusuri jalanan lengang
hanya ditemani bayang hitam
sendirian, dan terus mengikuti angin berhembus
Berpakaian serba putih, tak beralas kaki
berharap cepatlah sampai
bertemu purnama di keheningannya

Read More..

Bintang itu Telah Redup

Bintang itu telah redup
hanya nyala sesekali, lalu mengerjap lagi
di kala manusia terlelap
mengejar mimpi-mimpi indah
tentang kupu-kupu, mawar dan pelangi
biarkan mereka terlelap
selagi mimpi belum termakan matahari

Read More..

Pada Rumput-rumput yang Berderit-derit

Pada rumput-rumput yang berderit-derit
diantaranya tidur terlelap
dan bola sepak yang tertawa karena geli
lelah menggelinding, seandainya ia adalah kubus
tegak di tengah mereka kenanga
pohon yang rimbun dan memekarkan harumnya
rela dipetik semua tanpa sisa
dan serangga-serangga berebut mengerumuninya

Read More..

LEGENDA CEBONGAN

Pemerintahan Desa Banyuroto konon kabarnya dimulai sekitar tahun 1860-an. Bila legenda ini tepat, maka pemerintahan Desa Banyuroto diawali pada masa perjuangan Pangeran Diponegoro melawan pemerintahan Hindia Belanda. Pada masa itu, yang memimpin Desa Banyuroto (Cebongan) adalah H. Ibrohim, seorang yang sangat terkenal sampai ke wilayah luar Salatiga. Ia adalah sosok pemimpin yang dicintai rakyatnya, sebab jika ada rakyatnya yang mendapat gangguan keamanan berbahaya dari manapun datangnya, maka H. Ibrohimlah yang akan membelanya. Masyarakat Banyoroto telah mengetahui, dirinya memang sakti dan mereka menganggapnya sebagai pendekar yang mempunyai kekuatan luar biasa.

Ilmu keampuhan yang dimilikinya tentunya dengan latihan yang amat berat dan pendalaman ilmu-ilmu agama dengan pengamalan doa-doa dan wirid-wirid dan juga selalu bertirakat dengan berpuasa. Pepatah mengatakan “puncak gunung itu tidak akan datang di hadapan kita manakala kitalah yang harus menadaki“. Suatu ketika, Keraton Surokarto dimasuki beberapa garong yang merampok barang-barang berharga. Maka Ratu di Keraton Surakarto mengeluarkan sayembara umum, yang berbunyi: “Barangsiapa yang bisa menangkap para penjahat yang memasuki Keraton Surokarto akan diberi hadiah yang sangat besar, yaitu emas picis rojo brono (benda pusaka berharga) atau wanita molek dari Keraton.” Setelah mendengar sayembara itu, H. Ibrohim bersegera datang ke Keraton Surakarta dan berusaha dengan sedapat-dapatnya akhirnya para penjahat tersebut dapat ditaklukkan H. Ibrohim.

Selanjutnya H. Ibrohim disuruh memilih salah satu diantara dua macam hadiah yang ditawarkan. Akan tetapi, H. Ibrohim menepis keduanya, sebab alasannya kedua hadiah itu untuk kepentingan pribadi saja dan mudah dihempas waktu. Namun, H. Ibrohim mempunyai satu permintaan kepada Keraton Surokarto yaitu agar mengalirkan air dari tuk Senjaya Desa Bener ke Dusun Isep-Isep yang saat itu merupakan bagian dari Desa Banyuroto. Lalu pihak Keraton mengabulkan permintaannya.

Kegotongroyongan masyarakat Desa Bener, Desa Tingkir dan Desa Banyuroto diberdayakan untuk mengadakan kerja bakti membuat selokan dari arah Senjaya bagian paling atas, agar airnya dapat mengalir sampai ke Dusun Isep-Isep. Menurut cerita, tanggul selokan pada waktu itu dapat dilalui kereta ketika Ratu dari Keraton Surokarto meninjau hasil pembuatan selokan. Saluran air yang dimaksud oleh masyarakat Tingkir dinamakan Kali Buket, sedang masyarakat Banyuroto menamakannya Selokan.

Lalu tentang pergantian nama Banyuroto menjadi Cebongan, memang terjadi sejak lurah pertama (H. Ibrohim). Alasannya? Karena kondisi Banyuroto saat itu dikelilingi sungai-sungai yang dalam. Seperti, bagian arah dari barat terdapat sungai Gandu, dari arah timur ada sungai Kedung Kere. Sungai-sungai tersebut tempo dulu telah dilengkapi jembatan yang terbuat dari kayu atau bambu. Lalu lambat laun jembatan itu retak, sehingga warga masyarakat dari lain daerah yang ingin ke Banyuroto harus menyebrangi sungai Gandu atau Kedung Kere, karena jembatannya sudah tidak berfungsi.

Menjelang musim kemarau, airnya akan surut, lalu akan terlihat betapa dalam kubangan yang ada. Kemudian di kubangan-kubangan air itulah digunakan untuk sarang katak yang bertekur dan akhirnya menetas dan jadilah “cebong” yang amat banyak. Karena banyaknya cebong yang mengelilingi Banyuroto, maka H. Ibrohim menggantinya menjadi Desa Cebongan. Desa Banyuroto yang aslinya hanya memiliki tiga wilayah dusun, yaitu Banyuroto (Cebongan), Isep-Isep dan Jagalan. Lalu pada masa pemerintahan Lurah Gunadi, muncullah nama-nama dusun yang baru, yaitu Sukosari, Sidoharjo dan Sukoharjo.

Sebelum masuk wilayah Kota Salatiga, dulu wilayah Desa Cebongan berada di wilayah Pemerintahan Kabupaten Semarang. Berdasarkan PP Republik Indonesia no 69 tahun 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan Kabupaten Daerah tingkat II Semarang, wilayah Desa Cebongan masuk ke dalam Pemerintahan Kotamadya Salatiga (pemekaran th 1992). Lalu Desa Cebongan beralih status lagi menjadi Pemerintah Kelurahan Cebongan yang saat itu dibawah kekuasaan Drs. Sururi berdasarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga no 11 tahun 2003 tentang Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan.


Sumber: GERTAK LSM, Agustus 2004

Read More..