Tuesday, December 1, 2009

Ijtihad: Menuju Kemaslahatan Manusia

Judul Buku: Dari Syariat Menuju Maqashid Syariat; Fundamentalisme, Seksualitas, dan kesehatan Reproduksi
Penulis: Lily Zakiyah Munir, dkk.
Editor: Zuhairi Misrawi.
Penerbit: KIKJ dengan Ford Foundation, Jakarta.
Cetakan: pertama, Agustus 2003.
Jumlah halaman: xii+166

Buku mini ini adalah hasil pemikiran keroyokan dari 4 penulis yang concern terhadap Islam yang sedang berhadapan dengan dinamika kehidupan yang terus menerus menuntut setiap orang bertahan dalam kerasnya kehidupan. Sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin sudah seharusnya Islam yang sholih likulli zaman wa makan mampu menjawab dan mengurai kusutnya tantangan anak zaman. Tema yang disorot buku ini adalah fenomena fundamentalisme, seksualitas, dan kesehatan reproduksi. Bukan menafikan hal-hal yang lain, tetapi 3 hal ini telah berkembang secara sporadis dengan berat sebelah. Dalam kacamata buku ini, pemahaman muslimin tentang 3 isu tadi keluar dari jalur kemaslahatan dan kemanusiaan.

Fundamentalisme adalah wajah putus asa muslimin dalam menghadapi modernisasi dan globalisasi akut yang terus menggerus nilai, norma, dan aturan yang selama ini membentuk dinding yang kuat dalam jati diri manusia. Tak pelak, pertarungan antara Islam vis a vis barat tak terelakkan lagi. Barat yang kebudayaan dan peradabannya "mencontek" dari Islam, jauh meninggalkan Islam yang stagnan. Sementara gempuran kapitalisme dan matrealisme yang ikut datang bersamaan dengan barat bagai gelombang raksasa yang melarutkan siapa saja.

Maka agama sebagai korpus tertutup, berada dalam pucuk menara gading yang tak tersentuh (untouchable), mempunyai fungsi defensif sekaligus ofensif terhadap hal baru yang datang dari luar. Fundamentalisme inilah yang lahir dari rahim ketidakmampuan agama dalam menyikapi tuntutan zaman. Lalu semua solusi harus dicarikan hujjah dari teks agama, pemikiran kaum ini menjadi kian sempit dan dangkal. Fundamentalisme menginginkan pertahanan yang kuat dari muslimin sendiri, sekaligus sebagai alat penantang dan senjata yang diharapkan mampu mengobrak-abrik semua hal baru yang sesat.

Penulis menyimpulkan 3 akibat buruk dari pemikiran sempit yang muncul dari tempurung fundamentalisme:
1. Munculnya klaim kebenaran
2. Munculnya monopoli tafsir
3. Munculnya kekerasan dengan mengatasnamakan agama

Stagnansi Islam juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan Islam rentan terhadap gempuran dari luar. Ulama dan cerdik cendekia masih saja berpikiran kuno dengan merujuk semua hal baru ke literatur-literatur klasik. Dr. Abid al-Jabiri menyebutnya kecenderungan melihat masa kini dengan kacamata masa lalu (al-fahmu al-turats lil 'ashr). Metode klasik inilah yang membuat muslimin terkungkung dalam legenda masa lalu yang konon dalam masa kejayaannya pernah merajai dunia. Masa kejayaan yang bagaimana dan kapankah itu? Entah kita tak pernah mengetahuinya secara pasti.

Lalu dalam masalah fiqh, al-Syatibi dalam fiqh maqashidnya menghendaki agar ushul fiqh diwacanakan kembali. Ushul fiqh bersifat qath'i dan fiqh bersifat hipotesa (dzanni). Nah, ushul fiqh diharapkan bertujuan demi kemaslahatan manusia dan nilai-nilai kemajuan manusia. Bukankan agama kita adalah rahmat bagi seluruh alam? Manusia sebagi subjek, menentukan garis hidupnya sendiri, bukan dengan fatwa-fatwa yang menyudutkan kearifan Islam dan menepikan kemaslahatan manusia.

Dr. Ali Jum'ah, Jamaluddin 'Athiyah (Mesir), Yusuf al-Qaradlowi (Qatar), Dr. Abid al-Jabiri (Maroko) sepakat bahwa syariat Islam sejatinya dipahami sebagai sekumpulan nilai yang memberikan perhatian bagi masalah-masalah kemanusiaan, demi kemaslahatan.

Sementara itu Imam al-Suyuthi membagi kemaslahatan menjadi 3:
1. Kemaslahatan primer (dloruri)
Yakni kemaslahatan yang menjadi acuan utama bagi implementasi syariat; penyeimbang dan mediasi antara kecenderungan duniawi dan ukhrowi. Kemaslahatan primer ini terimplementasikan dalam ushul khomsah: hifdzu al-din, hifdzu al-nafs, hifdzu al-'aql, hifdzu al-nasl, dan hifdzu al-mal.
2. Kemaslahatan sekunder (al-hajiyat)
Ini adalah kemaslahatan yang menduduki hirarki kedua setelah kemaslahatan primer, contoh mudahnya adalah rukhsah dan al-mukhaffafah dalam beribadah.
3. Kemaslahatan suplementer (al-tahsiniyat)
Contoh riil dari kemaslahatan suplementer adalah ajaran untuk berhias, beretika, bantuan kemanusiaan, dll.

Dalam pembaruan fiqh, penulis mendapati setidaknya ada 3 level yang harus dilewati secara bertahap:
1. Level metodologis.
Yang perlu dilakukan dalam proses progresifitas fiqh: al-muhafadzotu 'alal qodim al-shalih wal akhdzu bil jadid al-ashlah. Kemaslahatan bagi manusia mutlak hukumnya. Jika kemaslahatan itu ada pada hal yang telah mapan, maka hal itu tetap dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sedangkan hal baru yang diterima adalah hal baru yang mendatangkan kemaslahatan lebih bagi manusia. Yang ada hanyalah kebaikan sebagaimana yang telah berjalan, atau lebih baik.
2. Level etis
Dari level etis ini, yang diharapkan adalah meletakkan fiqh sebagai etika sosial. Selama ini kondisi sosial yang kasat mata adalah derajat sosial manusia ditimbang dari kepemilikan material, jabatan, popularitas, dan hal lain yang tidak bersifat esensial. Kondisi inilah yang perlu dilawan, dan Islam harusnya lebih percaya diri menghadapi kondisi ini dan memberi solusi yang bermanfaat bagi semesta alam.
3. Level filosofis
Pada tahap lanjutan ini, fiqh perlu terbuka terhadap filsafat dan aliran-aliran kontemporer. Diharapkan fiqh dapat terbuka dan berdialektika dengan segala macam pemikiran, entah itu dari agama lain atau atheis, maupun dari rasionalistik dan penganut kepercayaan lain.

Begitupun interpretasi kita terhadap teks agama yang menjadi pedoman semua muslim. Tafsir dan ilmunya mendapat tantangan serius dari barat yang berwujud hermeneutika. Tafsir: proses dialektika antara mufassir, al-Quran, dan realitas mufassir yang terus berubah, yaitu konteks, latar belakang, dan tujuan mufassir.

Penulis merangkum ada 2 wacana utama hermeneutika:
1. Wacana hermeneutika teoritis.
Wacana hermeneutika yang mengandaikan adanya adanya makna objektif/makna yang dimaksudkan pengarang teks. Tujuannya: bagaimana mencari metode agar mufassir terhindar dari salah paham dan mampu menangkap makna teks yang objektif dan valid. Caranya: menggunakan sumber ekstra teks (extrinsic evidence), atau membandingkan dengan teks-teks lain yang serupa dari pengarang yang sama, atau dari pengarang lain. Contohnya: 'Aisyah Abdurrahman bintu Syati', Fazlurrahman.
2. Wacana hermeneutika filosofis.
Wacana hermeneutika yang mengandaikan adanya makna objektif teks, karena itu penafsiran. Proses reproduksi nakna baru. Netralitas mufassir adalah mustahil, yang mungkin dilakukan adalah peleburan cakrawala makna teks dan prapaham penafsir (the fusion of horizons atau the fusion of proper text), berupa persepsi, keadaaan, dan latar belakang mufassir.

Maka dari semua sisi itu, aksi untuk menangkap dimensi kemaslahatan dalam Islam harus segera dilaksanakan. Minimal 3 cara berikut ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu:
1. Keterbukaan dalam membaca dan memahami teks
2. Menempatkan manusia sebagai subjek atas teks
3. Memberikan perhatian terhadap persoalan kemanusiaan

Bagi sebuah buku mini, pembahasan yang berat ini seperti 'cerpen.' Bagaimanapun, usaha 4 penulis yang saling bekerja-sama dalam merumuskan kemaslahatan bagi manusia yang didasari dengan teks al-Quran, pegangan hidup muslimin di seluruh alam. Buku mini ini dengan segala kelebihan dan kekurangannya, patut diapresiasi semua kalangan. Usaha para penulis adalah memberi rangsangan bagi para pembaca untuk mengembangkan upaya kemaslahatan bagi manusia. Ijtihad adalah benar, dan ber-ittiba' pun dibenarkan. Yang perlu dibenahi adalah sikap saling menyalahkan, dan berpikiran kolot dengan pakem adat, bukan dengan dasar agama. Sampai saat ini, dalam beragama, apakah Anda bisa membedakan ajaran agama dan adat-istiadat?

Read More..

Friday, November 27, 2009

Ijroat Lagi, Lagi-lagi Ijroat

Berkeluh kesah ada salahnya ndak sih? Kadang manusia memang gemar mencari pembenaran atas tindakannya yang tidak menyenangkan, jadinya terkesan apologis, aku punya julukan sendiri untuk hal itu, pledoi kataku.

Ah terserahlah tulisan ini termasuk apologis, pledoi, unek-unek, curhat, ato termasuk sampah monitor aja. Btw, EYD aku gunakan sekuat tenaga di tulisan-tulisan ilmiah, ex: makalah, resensi buku, artikel lepas, sedangkan yang berbau curhat n unek-unek, ya semauku ajah dunk :P.

Ceritanya begini saudara dan saudari, tgl 27 November (eh, yang bener pake "p" apa "v"? Aku suka pake "v" sih) kan lebaran idul adha, nah 2 hari sebelumnya udah jadi hari libur kerja. Makanya, ijroat terakhir adalah tgl 24 November. Sebenarnya tgl 23 pun aku sudah bisa selesai ijroat menyerahkan semua berkas ke bu'uts untuk taqdim tadzkaroh 'audah (bahasa gaulnya tiket pulang). Tgl 23 aku disuruh ust. Sayyid yang ngurusi minhah mahasiswa ushuluddin ke bu'uts untuk menemui tukang urus tiket pulang, ust. Saif namanya. Nah, setelah berhari-hari ijroat ke kampus, ke murokib lagi, tyus balik ke kampus lagi, tyus ke murokib lagi dengan semangat, akhirnya pas hari H ijraotku ke bu'uts, malah batal.

Alasan makro dari tidak jadinya aku ijroat bukan karena flu yang terus menerus ngejak padu, tapi pegawai-pegawai yang menangan dewe. Mau nagih terus, nanti doi marah dan ngambek ndak mau ngerjain urusan kita. Kalau kita yang bersabar, malah kita disuruh kembali lagi besok, Capek deh... Apa-apaan ini?

Contoh riil dan aku jadi mangkel adalah di konsuler aku memang datang siang, jam 1 tepat setelah dari murokib dan dari kampus. Datang tyus nanya ini-itu sama resepsionisnya, lalu disuruh lapor pendidikan dulu, tyus baru boleh minta syahadah 'unwan (surat keterangan alamat di Indonesia).

Setelah aku isi semua formulir lalu aku tumpuk. Di sela-sela siang itu, nampaklah bapak kita, Prof. Sangidu alias ingkang sinuhun Atdiknas. Beralaskan sandal rumahan, beliau clingak-clinguk ke ruangan kekonsuleran. Lalu berkata sambil tersenyum "Mas Heri, makan dulu, Mas!" Heri yang sedang memegang setumpuk paspor dan berkas-berkas lain yang akan digarap langsung menggeletakkan begitu saja tanpa dosam dan menyahut "Iya pak!"

Dalam pikirku, Pak Sangidu ni buat lama ajah, kan baru ajah mau digarap itu semua kerjaan. Walhasil karena boring n blum sholat, aku tinggal ke Misykati untuk sholat dan PS-an bentar. Setelah 1 jam, aku menuju konsuler yang letaknya tak begitu jauh. Ternyata di sana udah banyak yang antri! Dan ternyata, semua urusan tadi belum digarap. Tertunda oleh makan siang dan istirahat yang kata mas resepsionisnya setengah jam ajah! Aaaarrrrggghhh!

Masih di sana menunggu sambil minum air galonan, sambil wira-wiri dan ganti kursi di kanan-kiri (maklum boring rek). Lalu mas resepsionis mengambil bendera di balkon luar, dan menutup balkon. Aku pikir, pasti hampir jam3, soalnya sudah mau ditutup dan adzan ashar udah terdengar. Yup, hampir jam 3 semua surat dan urusan selesai dibagi-bagikan. Dan ternyata, sembari aku berjalan ke rumah madrasah, kulihat syahadah 'unwanku salah! Arrrgggghhh! Mau balik lagi ke konsuler udah tutup, apa-apaan ini?

Esoknya, ke konsuler jam 10 pagi. Di sana aku tunjukkan suratku yang salah ke mas Heri. Aku merevisi dengan mencoret kertas lain. Kali ini menunggu yang membosankan itu tidak selama yang kemarin. Setelah selesai diriku dipanggil. Aku menerima kertas yang sama, aku cek lagi kesalahan tulis kemarin. What?! Di-tip ex! Kertas yang berlogo burung khayalan Garuda itu di-tip ex dengan tulisan yang benar di atasnya! OMG! Apa-apaan ini?! Kalo cuma tipe ex sih
mending aku kerjain sendiri. Okeylah ndak papa di-tip ex asalkan udah bener.

Next, aku pergi ke murokib minta qoimah kutub. Setelah ngos-ngosan naik tangga dan cari kantor tanya sana-sini, aku balik lagi ke bawah buat fotokopi dan beli materai. Udah gitu balik ke atas lagi, numpuk semua yg dibutuhkan.
Kata pegawainya: bukroh hatigihi hina, insya Allah.
Aku: hwe? Mumkin ta'mil di dilwa'ti? ana 'aizin nahardah.
Pegawainya: oke oke, istanna hinak yabni.

Nunggu berarti bosen. Mending ke bawah sholat dzuhur, lalu balik lagi ke atas. Ternyata ke atas berkasku belum diapa-apain. Aku nunggu sama orang Thailand, Benin, Mesir dan anaknya bawwab yang nakal. Mendinglah ada anak kecil bisa buat tontonan, soalnya dia praktek kerja senyata ibunya yang tiap hari bersih-bersh ruangan kantor. Meja dilap, kursi dilap, lapnya dibasahin juga, dan yang dia nampak bego adalah colokan listrik dilap! Kesetrum sisan kapok kowe le! Yang buat mangkel, kursi dan meja dijungkir-walik seakan-akan dirinya adalah atlet angkat besi!

Rampung dari murokib entah jam berapa, dan nunggu bus ke bu'uts juga lama. Maklum saja, siang-siang itu waktu orang pulang kerja, macetnya ra karuan. Dapet bus, duduk manis dan bayar tentunya. Sesampainya di bu'uts jam 3 lebih dikit. Mau ijroat udah telat. Damn.

Esoknya ijroat jam 11 pagi, kata temennya sih ust. Saif lagi keluar, mungkin 1 jam lagi balik. Okey, jam 12 aku ke sana lagi. Ust. Saif masih keluar, jam 2 dia balik. Buat ngakidke, aku tanya, dia bener masuk kerja kan? Iya. Jam 2 siang aku ke sana lagi, aku tanya, ternyata ust. Saif masih blum pulang. Aku tanya, dia beneran ada hari ini? Iya dia ada. WTF, apa-apaan ini? Bilang ajah dia ndak berangkat, wong kursinya ajah masih dibalik gitu!

Yawdah deh, setelah libur idul adha aku akan kembali ijroat lagi. Kalo aku masih flu, berarti sambil menularkan virus flu aktif ke syu'un syu'un Mesir itu!

Buat yang masih lama di Mesir, jangan patah arang kalo lagi ada urusan sama orang Mesir! Wong yang udah 4 tahun ajah kena bukroh, sa'ah kaman, atau ba'da sa'ataiyn, apalagi yang mahasiswa baru, bukrohnya masih ada sampe nanti pulang!

Read More..

Monday, November 16, 2009

Aku Benci!

Sepi menghunjam
kala rembulan tak lagi terang
dalam gelap yang meringkuk
dengan rakus melahap waktu
tak pernah dihitung oleh bilangan

Jangkrik tak kunjung mengerik
melodi fauna yang penuh arti
-aku merindukannya-

Read More..

Malam, Beri Aku Waktu!

Rembulan menyapa lewat malam
kegelapan mengangguk dan berlalu tanpa kata
Kelelawar hitam sibuk mencari asmara
yang tak akan ia dapati siang hari
mereka terbang dalam dingin
mencari lelah yang menghasilkan
dan akan pulang kala subuh tiba

Read More..

Merindukan Purnama

Sang pejantan menyusuri jalanan lengang
hanya ditemani bayang hitam
sendirian, dan terus mengikuti angin berhembus
Berpakaian serba putih, tak beralas kaki
berharap cepatlah sampai
bertemu purnama di keheningannya

Read More..

Bintang itu Telah Redup

Bintang itu telah redup
hanya nyala sesekali, lalu mengerjap lagi
di kala manusia terlelap
mengejar mimpi-mimpi indah
tentang kupu-kupu, mawar dan pelangi
biarkan mereka terlelap
selagi mimpi belum termakan matahari

Read More..

Pada Rumput-rumput yang Berderit-derit

Pada rumput-rumput yang berderit-derit
diantaranya tidur terlelap
dan bola sepak yang tertawa karena geli
lelah menggelinding, seandainya ia adalah kubus
tegak di tengah mereka kenanga
pohon yang rimbun dan memekarkan harumnya
rela dipetik semua tanpa sisa
dan serangga-serangga berebut mengerumuninya

Read More..

LEGENDA CEBONGAN

Pemerintahan Desa Banyuroto konon kabarnya dimulai sekitar tahun 1860-an. Bila legenda ini tepat, maka pemerintahan Desa Banyuroto diawali pada masa perjuangan Pangeran Diponegoro melawan pemerintahan Hindia Belanda. Pada masa itu, yang memimpin Desa Banyuroto (Cebongan) adalah H. Ibrohim, seorang yang sangat terkenal sampai ke wilayah luar Salatiga. Ia adalah sosok pemimpin yang dicintai rakyatnya, sebab jika ada rakyatnya yang mendapat gangguan keamanan berbahaya dari manapun datangnya, maka H. Ibrohimlah yang akan membelanya. Masyarakat Banyoroto telah mengetahui, dirinya memang sakti dan mereka menganggapnya sebagai pendekar yang mempunyai kekuatan luar biasa.

Ilmu keampuhan yang dimilikinya tentunya dengan latihan yang amat berat dan pendalaman ilmu-ilmu agama dengan pengamalan doa-doa dan wirid-wirid dan juga selalu bertirakat dengan berpuasa. Pepatah mengatakan “puncak gunung itu tidak akan datang di hadapan kita manakala kitalah yang harus menadaki“. Suatu ketika, Keraton Surokarto dimasuki beberapa garong yang merampok barang-barang berharga. Maka Ratu di Keraton Surakarto mengeluarkan sayembara umum, yang berbunyi: “Barangsiapa yang bisa menangkap para penjahat yang memasuki Keraton Surokarto akan diberi hadiah yang sangat besar, yaitu emas picis rojo brono (benda pusaka berharga) atau wanita molek dari Keraton.” Setelah mendengar sayembara itu, H. Ibrohim bersegera datang ke Keraton Surakarta dan berusaha dengan sedapat-dapatnya akhirnya para penjahat tersebut dapat ditaklukkan H. Ibrohim.

Selanjutnya H. Ibrohim disuruh memilih salah satu diantara dua macam hadiah yang ditawarkan. Akan tetapi, H. Ibrohim menepis keduanya, sebab alasannya kedua hadiah itu untuk kepentingan pribadi saja dan mudah dihempas waktu. Namun, H. Ibrohim mempunyai satu permintaan kepada Keraton Surokarto yaitu agar mengalirkan air dari tuk Senjaya Desa Bener ke Dusun Isep-Isep yang saat itu merupakan bagian dari Desa Banyuroto. Lalu pihak Keraton mengabulkan permintaannya.

Kegotongroyongan masyarakat Desa Bener, Desa Tingkir dan Desa Banyuroto diberdayakan untuk mengadakan kerja bakti membuat selokan dari arah Senjaya bagian paling atas, agar airnya dapat mengalir sampai ke Dusun Isep-Isep. Menurut cerita, tanggul selokan pada waktu itu dapat dilalui kereta ketika Ratu dari Keraton Surokarto meninjau hasil pembuatan selokan. Saluran air yang dimaksud oleh masyarakat Tingkir dinamakan Kali Buket, sedang masyarakat Banyuroto menamakannya Selokan.

Lalu tentang pergantian nama Banyuroto menjadi Cebongan, memang terjadi sejak lurah pertama (H. Ibrohim). Alasannya? Karena kondisi Banyuroto saat itu dikelilingi sungai-sungai yang dalam. Seperti, bagian arah dari barat terdapat sungai Gandu, dari arah timur ada sungai Kedung Kere. Sungai-sungai tersebut tempo dulu telah dilengkapi jembatan yang terbuat dari kayu atau bambu. Lalu lambat laun jembatan itu retak, sehingga warga masyarakat dari lain daerah yang ingin ke Banyuroto harus menyebrangi sungai Gandu atau Kedung Kere, karena jembatannya sudah tidak berfungsi.

Menjelang musim kemarau, airnya akan surut, lalu akan terlihat betapa dalam kubangan yang ada. Kemudian di kubangan-kubangan air itulah digunakan untuk sarang katak yang bertekur dan akhirnya menetas dan jadilah “cebong” yang amat banyak. Karena banyaknya cebong yang mengelilingi Banyuroto, maka H. Ibrohim menggantinya menjadi Desa Cebongan. Desa Banyuroto yang aslinya hanya memiliki tiga wilayah dusun, yaitu Banyuroto (Cebongan), Isep-Isep dan Jagalan. Lalu pada masa pemerintahan Lurah Gunadi, muncullah nama-nama dusun yang baru, yaitu Sukosari, Sidoharjo dan Sukoharjo.

Sebelum masuk wilayah Kota Salatiga, dulu wilayah Desa Cebongan berada di wilayah Pemerintahan Kabupaten Semarang. Berdasarkan PP Republik Indonesia no 69 tahun 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga dan Kabupaten Daerah tingkat II Semarang, wilayah Desa Cebongan masuk ke dalam Pemerintahan Kotamadya Salatiga (pemekaran th 1992). Lalu Desa Cebongan beralih status lagi menjadi Pemerintah Kelurahan Cebongan yang saat itu dibawah kekuasaan Drs. Sururi berdasarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga no 11 tahun 2003 tentang Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan.


Sumber: GERTAK LSM, Agustus 2004

Read More..

Tuesday, October 20, 2009

Pantang pulang sebelum padam!

Filosofi api: jika kecil menjadi kawan, namun jika besar, lawan!

Pantang pulang sebelum padam! Semua masalah tak boleh kita tinggal lari begitu saja, hadapi dengan keberanian dan semua kemampuan, selesaikan secepat mungkin!

Menurutku pekerja yang paling top dan handal hanya pemadam kebakaran. Tak lain karena kerjanya yang sigap, membutuhkan keberanian, kemampuan yang handal, dan nekat. Tapi siapa yang mengharapkan kedatangan pemmadam kebakaran? Kurasa tak ada yang mengharapkan jasa mereka. Sebab mereka datang atas panggilan musibah, hal yang tak patut kita harapkan.

Gambar dicolong dari sini.

Read More..

Monday, October 5, 2009

Menganalisa Kekuasaan menurut Bertrand Russell


Zaman sekarang ilmu pengetahuan secara tidak terelakkan telah mengharuskan kita semua untuk hidup atau mati. [Russell]






Judul buku: Kekuasaan: Sebuah Analisis Sosial Baru, judul asli Power: a New Social Analysis.
Penulis: Bertrand Russell.
Kata pengantar: Mochtar Lubis.
Penerjemah: Hasan Basri.
Penerbit: Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Cetakan: pertama, September 1988.
Jumlah halaman: 243+viii.

Kunci dinamika sosial ditemukan Marx dalam kekayaan, dan oleh Freud dalam seks, sedangkan teori baru mengenai dinamika kekuasaan yang oleh Russell, dalam kekuasaan. Russell dengan meyakinkan menerbitkan telaah dan segala upaya pemahamannya dengan sangat brilian dalam bukunya "Power: a New Social Analysis" yang terbit tahun 1938. Analisanya yang dalam mengenai bentuk-bentuk kekuasaan, bagian-bagiannya, batas-batasnya, faktor-faktor pembentuk kekuasaan hingga solusi untuk menjinakkan kekuasaan.

Ada hubungan saling membutuhkan yang berkait-kelindan antara pemimpin yang ingin berkuasa secara eksplisit, dan secara implisit pada manusia yang bersedia mengikuti sang pemimpin. Seorang pemimpin berhasil menjadi penguasa bukan hanya karena dorongan hendak berkuasa dalam dirinya sendiri, tetapi didukung juga oleh dorongan lain yang hendak berkuasa pada pengikutnya yang cukup menjadi pendukung atau pengikutnya saja.

Emosi manusia berbeda dengan emosi binatang. Seekor ular piton sesudah makan akan tidur hingga ia merasa lapar lagi. Sedangkan manusia tidak pernah puas dengan segala pencapaiannya. Apa yang ia dapatkan, ia akan berusaha untuk mendapatkan lebih, tidak sekedar mencukupi kebutuhan semata. Seseorang yang sudah memiliki sedikit pengaruh atau kekuasaan akan merasa puas jika pengaruh dan kekuasaannya bertambah barang sedikit saja. Tetapi mereka salah, semakin bertambah kekuasaan, semakin besar keinginan manusia untuk memperoleh kekuasaan pada tingkat yang paling puncak.

Ketimpangan dalam pembagian kekuasaan sejak dulu terdapat dalam komunitas-komunitas manusia. Kebanyakan kegiatan kolektif hanya mungkin dilakukan apabila diarahkan oleh suatu badan pengatur. Demi kelancaran lalu lalang kereta api, diperlukan sejumlah orang yang mengatur penjadwalan dan mengurusi tiap hal yang berhubungan dengan penumpang, pengemudi, dan kereta api itu sendiri. Walaupun kereta api adalah fasilitas milik semua rakyat, tetap saja rakyat tidak bisa seenaknya saja mengubah ketentuan dan jadwal perkereta apian milik bersama itu.

Pun begitu dengan pemerintah. Pemerintah yang terpilih secara demokratispun tetaplah pemerintah. Demi keberhasilan dan kesejahteraan kolektif, harus ada sekelompok orang yang memberi perintah dan yang lain harus menjalankannya. Kedua kutub ini memiliki peranan subjek dan objek dalam bentuknya yang paling kolot tidak bisa menjadi panutan. Sayang sekali pendidikan formal kita sejak kecil sudah terbiasa dan secara sengaja menggiring anak didik menjadi seperti itu. Golongan yang unggul memiliki peluang menguasai golongan lain yang memiliki sifat lebih taat dan pasif, menjadi objek mereka.

Cinta kekuasaan sebagai suatu motif dibatasi oleh rasa takut, yang juga membatasi keinginan untuk mengarahkan diri sendiri. Oleh karena kekuasaan memungkinkan kita merealisasikan lebih banyak keinginan kita daripada apa yang dicapai tanpa kekuasaan. Oleh karena kekuasaan menimbulkan rasa hormat dari orang lain, maka wajar saja untuk menginginkan kekuasaan kecuali hal itu dihalangi oleh rasa takut. Sifat takut seperti itu dapat dikurangi dengan kebiasaan memikul tanggung jawab, dan oleh sebab itu tanggung jawab cenderung memperbesar keinginan untuk berkuasa.

Ada tipe ketiga yang berbeda dengan kedua tipe subjek dan objek yang konservatif di atas, yaitu mereka yang menarik diri. Ada orang-orang yang mempunyai keberanian menolak untuk tunduk tanpa memiliki nafsu untuk berkuasa yang melahirkan keinginan untuk menjadi pemimpin. Orang-orang seperti itu tidak mudah menyesuaikan diri pada struktur sosial, dan dengan salah satu cara mereka mencari tempat pelarian di mana mereka dapat merasakan semacam kenyamanan dan kebebasan menyendiri. Kadangkala, orang-orang macam ini memiliki arti khusus dalam sejarah.

Russell mengelompokkan kekuasaan menjadi dua bagian yang juga memilik kegunaan masing-masing atas objek penguasaannya: kekuasaan atas manusia, dan kekuasaan atas materi tak bernyawa atau bentuk-bentuk kehidupan selain manusia.

Dalam buku ini, Russell hanya membahas kekuasaan manusia atas manusia dalam segala bentuknya dengan metodologis dan mendalam. Kekuasaan manusia atas selain manusia bukan menjadi pokok bahasan buku ini, sebab ia hanya menganalisa kondisi psikis dan sosial manusia. Kekuasaan atas manusia menurut Russell dapat dikelompokkan dari segi cara mempengaruhi individu-individu, atau menurut jenis organisasinya yang terlibat. Seorang individu dapat dipengaruhi dengan:
1. Kekuasaan fisik yang langsung atas tubuhnya, umpamanya ia dipenjara atau dibunuh.
2. Ganjaran dan hukuman sebagai perangsang, seperti dengan memberikan atau tidak memberi pekerjaan.
3. Mempengaruhi pendapat, seperti propaganda dalam arti seluas-luasnya.

Dalam contohnya yang paling sederhana, cara manusia memperlakukan binatang menjelaskan hal itu dengan gamblang. Apabila keledai dipaksa dengan tali kekang, maka ini adalah kekuasaan fisik yang menimpanya. Apabila ia dirangsang dengan makan misalnya wortel, kita merangsangnya untuk berbuat seperti yang kita inginkan dengan jalan membujuknya seolah-olah hal itu demi kepentingannya sendiri. Di antara hal-hal itu terdapat juga binatang yang terlatih dengan kebiasaan-kebiasaannya, di mana domba pemimpin harus kita seret dengan paksa untuk dapat kita angkut, maka semua kawanan domba yang lain secara otomatis akan mengikuti. Semua perumpamaan itu juga terdapat pada kalangan manusia. Tali kekang menggambarkan kekuasaan militer dan polisi, wortel menggambarkan kekuasaan propaganda, dan domba sebagai perumpamaan yang terakhir menggambarkan kekuasaan pendidikan kita.

Organisasi-organisasi yang paling penting secara kasar dapat dibedakan menurut jenis kekuasaan mereka. Tentara dan polisi mempunyai kekuasaan memaksa terhadap badan, organisasi-organisasi ekonomi menggunakan ganjaran dan hukuman sebagi perangsang dan pencegah, dan sekolah, organisasi masyarakat, partai-partai politik dan berbagai institusi pendidikan dan keagamaan bertujuan mempengaruhi pendapat.

Akan tetapi perbedaan-perbedaan itu tidak begitu jelas, sebab setiap organisasi menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan yang lain di samping bentuk kekuasaan yang merupakan cirinya yang paling khas. Kekuasaan hukum dapat menggambarkan kedaan yang rumit itu. Kekuatan yang paling pokok dari hukum adalah kekuasaan negara yang sifatnya memaksa. Hukum merupakan seperangkat peraturan mengenai bagaimana caranya negara menggunakan hak istimewanya terhadap warganya. Akan tetapi negara menggunakan hukum tidak hanya dengan maksud mencegah tindakan fisik yang tidak diinginkan, melainkan juga sebagai perangsang. Ada denda, ada hukuman fisik, dan ada juga reward atas penghargaan warga terhadap hukum negara, yang kesemuanya itu merupakan hak istimewa negara terhadap warganya. Mungkin saja itu tidak teraplikasi terhadap semua warganya, bisa saja ada sekelompok orang yang teristimewakan oleh negara, dan negara dibenarkan dalam hal tertentu yang tidak lazim ini sebab negara mempunyai hak istimewa sendiri yang rumit untuk dijelaskan.

Kekuasaan yang tidak didasarkan atas tradisi atau persetujuan dinamakan Russell dengan kekuasaan tanpa persetujuan (naked power). Kekuasaan tanpa persetujuan biasanya bersifat militer, dan bisa berbentuk tirani intelektual atau penaklukan oleh pihak asing. Russell menyebut suatu kekuasaan sebagai kekuasaan revolusioner apabila hal itu bertumpu pada suatu kelompok besar yang dipersatukan oleh semangat suatu kepercayaan, program, perasaan baru, atau hasrat akan kemerdekaan. Sedangkan kekuasaan tanpa persetujuan merupakan hasil dorongan dan hasrat akan kekuasaan individu akan kelompok-kelompok tertentu dan hanya dapat menundukkan para pengikutnya melalui rasa takut, bukan dengan kerjasama yang aktif.

Bentuk-bentuk kekuasaan diklasifikasikan menjadi 6 bentuk:
1. Kekuasaan religius.
2. Kekuasaan raja.
3. Kekuasaan tanpa persetujuan.
4. Kekuasaan revolusioner.
5. Kekuasaan ekonomi.
6. Kekuasaan atas pendapat.


1. Kekuasaan Religius

Bentuk kekuasaan religius paling primitif adalah dukun yang memiliki dua kekuasaan sekaligus, yang oleh para antropolog dinamakan kekuasaan religius dan kekuasaan magis. Dukun dengan kekuatan religius dan magisnya mampu berbuat baik atau jahat yang tidak dimiliki oleh orang lain. Sampai pada tingkatan yang paling tak masuk akal sekalipun, praktek perdukunan memiliki kekuatan yang luar biasa. Jangan dikira jampi jampi yang tak masuk akal tidak memiliki kekuatan apapun. Setidaknya secara psikologis jampi jampi itu lebih efektif daripada pengobatan modern, teknologi canggih dan usaha mati-matian manusia. Sugesti yang terkandung di dalamnya lebih membantu manusia dari hal apapun yang ia percayai di jagat raya ini.

Kaum agamawan sangat paham akan besarnya pengaruh religius dalam semua lini kehidupan manusia. Dalam beberapa kasus, Paus merestui pengangkatan raja raja eropa jaman dahulu. Khalifah akan dikritik oleh kaum agamawan jika ia berbuat ketidakadilan. Pihak yang memiliki kekuatan religius dapat menafsirkan perbuatan penguasa dengan dosa apabila kebijakannya tidak menguntungkan mereka, dan di sisi lain penguasa akan dijanjikan tempat di surga apabila ia menyenangkan bagi kaum agamawan dan rakyatnya. Terbukti dosa dan ganjaran, halal dan haram, restu dan cercaan merupakan hal yang dimiliki secara alamiah oleh kaum agamawan. Secara sadar diri mereka memonopoli hal-hal penting ini demi kekuasaan religius yang pengaruhnya luas bagi manusia.


2. Kekuasaan Raja

Raja seperti para rohaniawan sudah ada sejak jaman prasejarah. Walaupun ia belum tentu memiliki kerajaan dengan luas daerah jangkuan secara spesifik, tetap saja ia raja bagi para rakyat dan pengikutnya. Hukum dan aturan ada pada kekuasaannya, dan hal itu bersifat mengikat dan mengekang bagi rakyatnya. Sedangkan bagi raja sendiri, tidak ada aturan baku yang mengharuskan ia mengurusi kebutuhan rakyat, mengadili yang bersalah, ataupun konsisten dengan sikapnya. Dalam kekuasaannya, sah-sah saja ia selama 24 jam penuh bersenang-senang, bersenda gurau, atau tidur di kamar yang selalu dijaga ketat oleh para bawahannya.

Sifat sifat diktator seperti ini biasanya hanya ditemukan dalam kekuasaan raja tradisional. Dalam masyarakat modern, kekuasaan raja biasanya hanyalah simbol belaka. Hukum dan aturan kehidupan sudah diatur oleh majlis yang bertugas dengan urusannya masing-masing. Raja yang diktator akan mendapatkan perlawanan sengit entah dari luar ataupun dari dalam. Jika perlawanan itu dari luar, maka itu adalah peperangan antar negara atau kerajaan, dan jika dari dalam maka itu bisa berbentuk revolusi yang siap menggulingkan raja yang lalim.

Kekuasaan raja dan kekuasaan religius dikategorikan oleh Russell dalam kekuasaan tradisional

3. Kekuasaan Tanpa Persetujuan

Kekuasan ini tidak memerlukan persetujuan pihak yang diperintah (objek). Contohnya adalah kekuasaan jagal atas sapi, kekuasaan militer atas bangsa yang ditaklukkannya, kekuasaan polisi atas anggota komplotan yang tertangkap. Kekuasaan gereja katolik atas umat katolik adalah kekuasaan tradisional, tetapi kekuasaan mereka atas kaum bidah adalah kekuasaan tanpa persetujuan, seperti halnya kekuasaan negara atas kelompok pemberontak.

Kekuasaan tanpa persetujuan timbul karena dua hal yang berbeda: pertama, apabila dua atau lebih keyakinan yang fanatik untuk berkuasa, dan kedua, apabila kepercayaan tradisional sudah pudar tanpa ada penggantinya, sehingga tidak ada batas bagi ambisi pribadi.

Definisi kekuasaan tanpa persetujan bersifat psikologis, dan suatu pemerintah mungkin saja menggunakan kekuasaan ini terhadap sebagian rakyatnya, tetapi tidak untuk sebagian yang lain.

4. Kekuasaan revolusioner

Revolusioner yang dimaksud di sini adalah menghendaki perubahan yang mendasar dan menyeluruh dalam sistem kekuasaan itu (lihat KBBI, revolusioner). Kekuasaan tradisional dapat tergantikan dengan salah satu kekuasaan ini: revolusioner atau tanpa persetujuan. Hal ini dapat disebabkan skeptisme yang akut pada masyarakat yang sehari-harinya selalu berkutat dengan kekuasaan tradisional.

Memang benar bahwa apabila suat revolusi berhasil, sistem yang dilahirkannya akan cepat berubah menjadi sistem kekuasaan tradisional. Juga benar bahwa perjuangan revolusioner jika berlarut-larut dan hebat, sering merosot kepada suatu perjuangan untuk memperoleh kekuasaan tanpa persetujuan. Hal itu seringkali secara sadar tidak terelakkan lagi melalui beberapa tahapan yang efektif dengan adanya doktrin-doktrin dan propaganda.
Walaupun demikian, penganut suatu keyakinan baru secara psikologi sangat berbeda dengan petualang yang ambisius, dan pengaruh mereka cenderung lebih penting dan lebih kekal.

Dalam memberikan contoh kekuasaan revolusioner ini, Russell menggambarkannya dalam masa awal agama Kristen, zaman reformasi, revolusi Prancis dan nasionalismenya, dan terakhir sosialisme dan revolusi Rusia.

5. Kekuasaan ekonomis

Kekuasaan ekonomis bukan merupakan kekuasaan utama, melainkan diturunkan oleh hal lain. Dalam suatu negara, kekuasaan ekonomis tergantung pada hukum. Hubungan antara kekuasaan ekonomis dan pemerintah, sampai tingkat tertentu bersifat timbal balik. Artinya, sekelompok orang jika bergabung dapat memperoleh kekuasaan militer, dan setelah memilikinya dapat memperoleh kekuasaan ekonomis.

Kekuasaan ekonomis dalam negara walaupun pada hakikatnya berasal dari hukum dan pendapat umum bisa saja dengan mudah memperoleh kemandirian tertentu. Kekuasaan ekonomis itu dapat mempengaruhi hukum dengan korupsi dan mempengaruhi pendapat umum dengan propaganda. Kekuasaan ini dapat menyebabkan para politisi berkewajiban merintangi kebebasan mereka. Kekuasaan ini dapat menimbulkan suatu krisis keuangan. Namun apa yang telah dicapai ada batas-batasnya.

Kekuasaan organisasi-organisasi ekonomi untuk mempengaruhi keputusan-keputusan politik dibatasi oleh pendapat umum yang berkenaan dengan banyak soal, tidak dapat digoncangkan oleh propaganda yang sangat intensif sekalipun. Demokrasi di mana pun berada, mempunyai realitas yang lebih kuat daripada apa yang diakui oleh banyak penentang kapitalisme.

Intinya, kekuasaan ekonomis suatu unit militer (yang dapat terdiri dari beberapa negara merdeka) tergantung pada:
- kemampuannya untuk mempertahankan wilayahnya sendiri
- kemampuannya untuk mengancam wilayah-wilayah lain
- pemilikan bahan mentah, bahan pangan, dan ketrampilan industri
- kemampuannya untuk memasok barang-barang dan jasa yang diperlukan oleh unit-unit militer lain.

Dalam semua hal ini, faktor-faktor militer dan ekonomi berbaur secara tidak terpisahkan lagi. Arti penting faktor-faktor ekonomi dalam perang terus meningkat dengan mantap sementara perang mejadi semakin dimekanisasi dan ilmiah. Akan tetapi kita belum bisa mengatakan secara pasti bahwa pihak yang memiliki sumber-sumber ekonomi lebih besar peluangnya untuk menang. Arti penting propaganda dalam upaya membangkitkan semangat nasional telah meningkat sama pesatnya dengan faktor-faktor ekonomi.

Dalam hubungan-hubungan ekonomi suatu negara, hukum menetapkan batas-batas dari apa yang dapat dilakukan untuk menyadap kekayaan orang lain. Seorang individu atau suatu kelompok harus memiliki monopoli atas sesuatu yang diinginkan pihak lain. Praktek monopoli bisa diciptakan dengan undang-undang. Umpamanya hak paten, hak cipta, hak milik atas tanah. Dapat juga melalui penggabungan, seperti perserikatan resmi, agen tunggal, dan yang lainnya. Tingkat kekuasaan ekonomis yang sebenarnya dimiliki oleh kelompok atau perorangan tergantung pada kekuatan militer dan pengaruh melalui propaganda, maupun pada faktor-faktor yang biasanya dibahas dalam ilmu ekonomi. Ekonomi sebagai sebuah ilmu yang terpisah, tidak realistis, dan menyesatkan, jika digunakan sebagai pedoman dalam praktek. Ia hanya sebuah unsur yang sangat penting dalam suatu telaah yang lebih luas, yakni ilmu tentang kekuasaan.

6. Kekuasaan atas pendapat

Pandangan yang menyatakan bahwa pendapat itu senjata ampuh dan bahwa semua bentuk kekuasaan lainnya berasal dari pendapat kiranya mudah dipahami. Militer tak ada gunanya kecuali prajurit-prajuritnya yakin akan kebenaran tujuan perjuangan mereka, atau dalam hal serdadu-serdadu sewaan apabila mereka yakin kemampuan komandan mereka untuk dapat memberikan kemenangan. Hukum tidak berdaya kecuali jika dipatuhi secara umum. Bank-bank juga sangat tergantung pada hukum. Bayangkan saja bila peminjam diperbolehkan untuk tidak membayar bunganya, lembaga-lembaga keuangan akan kolaps. Pendapat keagamaan lebih memiliki pengaruh daripada negara. Nah, di sinilah kekuatan pendapat menjadi sangat urgen dalam menguasai orang lain.

Benar bahwa pendapat merupakan suatu unsur yang pokok dalam kekuatan militer, akan tetapi adalah sama benarnya bahwa kekuatan militer juga dapat menghasilkan pendapat. Suatu keyakinan pada mulanya tidak pernah memiliki suatu kekuatan, dan langkah pertama untuk menimbulkan suatu pendapat yang luas harus diambil hanya dengan menggunakan kemahiran membujuk saja.

Dengan demikian ada permainan jungkat-jungkit: mulanya kemahiran membujuk murni dapat meyakinkan suatu minoritas, kemudian digunakan kekuatan untuk mengusahakan agar anggota komunitas lainnya bisa diyakinkan dengan propaganda yang dianggap tepat, dan akhirnya mayoritas akan dapat benar-benar dapat diyakinkan, dan dengan demikian penggunaan kekuatan tidak diperlukan lagi.

Kepercayaan massa akan lebih mudah dicapai jika pendapat yang kita tawarkan diterima. Tiga unsur yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh: keinginan, bukti, dan pengulangan. Strategi marketing yang cukup jitu dan terpercaya dalam semua iklan intinya ada dalam 3 hal itu. Kepercayaan massa akan menghasilkan keyakinan, dan bisa mencapai tahap fanatik jika selalu diulang-ulang dan dibuktikan dengan tak ada hal lain yang lebih baik dari yang kita tawarkan kepada massa.

Dalam lingkup negara, propaganda hanya akan berhasil jika ia selaras dengan sesuatu yang terdapat dalam diri pendengarnya: keinginan untuk hidup tenang, untuk memperoleh jaminan kesehatan, agar bangsanya menjadi besar, dan hal lain. Apabila tidak ada alasan-alasan mendasar seperti itu, penonjolan otoritas disambut dengan skeptisisme yang sinis. Salah satu kelebihan demokrasi dilihat dari sudut pandang pemerintah ialah bahwa sistem ini mempermudah usaha menipu rakyat awam, oleh karena menganggap pemerintah sebagai pemberi perintah. Dalam negara demokrasi, suatu mayoritas hanya dapat menentang pemerintah dengan terlebih dahulu mengakui bahwa mereka telah keliru memandang baik mengenai pemimpin-pemimpin yang mereka pilih, suatu hal yang sulit dan tidak menyenangkan untuk dilakukan.

Apabila hanya satu doktrin saja yang diizinkan dengan resmi, tidak ada kesempatan bagi rakyat untuk melatih diri dalam berpikir dan menimbang-nimbang alternatif. Hanya suatu gelombang besar pemberontakan hebat yang dapat membasmi kekolotan. Dan untuk membuat pihak oposisi menjadi nekat meraih keberhasilan, nampaknya bahkan apa yang benar sekalipun dalam dogma pemerintah perlu disangkal. Kekolotan doktrin pemerintah dilawan dengan doktrin oposisi yang sama sekali baru.

Menjinakkan Kekuasaan

Ketika lewat dekat Gunung Thai, Konfusius melihat seorang wanita sedang menangis sejadi-jadinya di sisi sebuah kuburan. Sang Guru dengan segera membelokkan kendarannya dan mendekati orang itu. Lalu ia menyuruh Tze-lu untuk menanyai wanita itu. "Anda meratap seperti orang yang telah tertimpa kemalangan yang bertubi-tubi," katanya. "Memang benar," jawab wanita itu. "Suatu ketika ayah suami saya dibunuh oleh seekor harimau di sini. Suami saya juga dibunuh, dan sekarang anak laki-laki saya telah meninggal dengan cara yang sama." Sang Guru berkata "Mengapa Anda tidak meninggalkan tempat ini?" Lalu ia menjawab. "Di sini tak ada pemernitah yang menindas." Lalu Sang Guru berkata "Camkan ini anak-anakku, pemerintah yang menindas lebih mengerikan daripada harimau."

Beberapa kondisi yang dibahas dalam bab Menjinakkan Kekuasaan ini:
1. Kondisi politik
2. Kondisi ekonomi
3. Kondisi propaganda
4. Kondisi psikologis dan kependidikan.

1. Kondisi politik

Kelebihan-kelebihan demokrasi bersifat negatif: ia tidak menjamin adanya pemerintahan progresif yang menuju arah yang lebih baik, namun ia mencegah keburukan-keburukan tertentu.

Ada kecenderungan sejak masa kecil, anak yang baik adalah yang menuruti perintah orang tua, dan nakal jika tidak. Hal ini akan terus tertancap sampai ia menjadi pemimpin politik. Ia akan mendefinisikan yang baik adalah yang manut terhadap kebijakan dan strateginya, dan yang nakal adalah musuh-musuh politiknya yang mbalelo. Dalam pemerintahan yang berjalan hal ini tetap berlaku, pasalnya partai politik lawan yang oposan terhadap pemerintah dan partai penguasa, akan selalu dimusuhi. Sedangkan bagi partai politik oposan, perlu menjadi oposisi guna mengontrol kebijakan penguasa dan menyalurkan aspirasi minoritas yang tidak beruntung oleh keputusan dan kebijakan pemerintah.

Demokrasi walaupun perlu, sama sekali bukan satu-satunya persyaratan yang dibutuhkan untuk menjinakkan kekuasaan. Dalam demokrasi ada kemungkinan bagi mayoritas untuk melakukan tirani yang kejam dan sama sekali tidak perlu terhadap minoritas. Upaya-upaya untuk menjamin hak-hak minoritas, sejauh hal itu selaras dengan pemerintahan yang tertib merupakan bagian yang penting dari penjinakan kekuasaan. Maka perlu diperhatikan urusan-urusan yang harus ditangani masyarakat secara keseluruhan, dan soal-soal mana yang tidak memerlukan penyeragaman.

Maka demokrasi menurut Montesquieu harus dipisah menjadi tiga lembaga besar: eksekutif, legislatif dan yudikatif, yang tiap bagian memiliki kewenangan tertentu yang terbatas dan tidak bisa memberikan keputusan sewenang-wenang. Fungsi, tugas dan kewenangan mereka tercantum dalam undang-undang yang digunakan negara. Tidak ada intimidasi terhadap minoritas, sebagaimana tidak ada monopoli bagi mayoritas.

2. Kondisi ekonomi

Demokrasi menjadi penting agar supaya pemilikan dan kekuasaan negara atas perusahaan-perusahaan ekonomi setidaknya memberi manfaat bagi warga pada umumnya, akan tetapi haruslah demokrasi yang efektif. Dan ini akan lebih sulit diwujudkan zaman sekarang, oleh karena kelas pejabat resmi jika tidak diawasi ketat akan menggabungkan kekuasaan yang sekarang dipegang oleh pemerintah dan orang-orang yang menuasai industri dan keuangan. Oleh sebab itu walaupun pemilikan dan kekuasaan negara atas semua industri besar dan keuangan merupakan suatu persyaratan yang perlu untuk menjinakkan kekuasaan, hal itu masih jauh dari memadai. Persyaratan itu masih harus dilengkapi dengan suatu demokrasi yang lebih menyeluruh, lebih terjamin terhadap tirani resmi, dan dengan ketentuan yang lebih tegas mengenai kebebasan propaganda, dibandingkan dengan setiap demokrasi politik yang pernah ada.

Kata pemilikan tidaklah sama dengan penguasaan. Sebagai contoh, perusahaan kereta api dimiliki oleh negara, dan yang dianggap negara sendiri adalah seluruh warga negara. Kenyataan yang ada, hal ini tidak menjamin secara pukul rata setiap warga mempunyai kekuasaan atas perusahaan kereta api.

Tanpa demokrasi, pelimpahan tanggung jawab, dan kekebalan hukum terhadap hukuman ekstra-legal, maka gabungan kekuasaan ekonomi dan politik hanya merupakan alat tirani yang baru dan merugikan. Maka pemusatan kekuasaan negara atas ekonomi harus didistribusikan secara luas, dan golongan-golongan bawah harus mendapatkan otonomi secara leluasa.

3. Kondisi propaganda

Dalam hidup, harus ada kemungkinan bagi tiap orang untuk menyampaikan keluhannya mengenai hal-hal yang ia rasa tidak adil. Harus ada kebebasan beragitasi asalkan tidak menghasut orang lain melanggar hukum. Hendaknya ada cara-cara untuk menuntut pertanggungjawaban pejabat-pejabat yang melampaui kekuasaan dan menyalahgunakannya. Pemerintah yang sedang berkuasa tidak boleh berkesempatan melanggengkan diri dalam pemilihan melalui intimidasi, kecurangan, kampanye hitam, atau cara tidak fair lainnya. Tidak boleh ada hukuman resmi ataupun tidak resmi bagi setiap kritik yang beralasan. Pada waktu ini, sebagian besar hal itu telah dicapai oleh pemerintah politik di negara-negara demokratis, yang menyebabkan orang-orang politik yang berkuasa menjadi sasaran kritik yang bermusuhan hampir dari setengah jumlah rakyatnya. Keadaan itu menyebabkan mereka tidak mungkin melakukan banyak kesalahan, setidaknya meminimalisirnya. Inilah syarat-syarat propaganda untuk menjinakkan kekuasaan.

4. Kondisi psikologis dan kependidikan.

Persyaratan-persyaratan psikologis untuk menjinakkan kekuasaan boleh dikatakan paling sulit. Dalam kaitanyya dengan psikologi kekuasaan, kita telah melihat bahwa rasa takut, kemarahan yang tidak rasional, dan segala macam kobaran perasaan kolektif yang hebat cenderung mendorong orang mendorong orang mengikuti seorang pemimpin yang biasanya memanfaatkan kepercayaan mereka untuk mengangkat diri menjadi tiran. Oleh sebab itu, untuk memelihara demokrasi perlu dihindari keadaan-keadaan yang menimbulkan gejolak perasaan umum, dan untuk menyelenggarakan pendidikan sebegitu rupa sehingga rakyat tidak akan terjangkit suasana-suasana seperti itu. Jika terdapat semangat dogmatisme yang fanatik, setiap pendapat yang tidak dapat disetujui bisa mengakibatkan terganggunya ketentraman. Anak-anak sekolah mempunyai kecenderungan memperlakukan dengan buruk seorang anak yang pendapat-pendapatnya dianggap aneh. Pada orang dewasa, pertumbuhan mental kekanak-kanakan seperti ini tetap berkembang. Suatu sentimen liberal yang menyebar luas, yang diwarnai skeptisisme, dapat mempermudah kerjasama sosial, dan dengan demikian lebih memungkinkan kebebasan.

Demokrasi agar berhasil memerlukan penyebarluasan dua sifat yang saling bertentangan. Di satu pihak orang harus percaya pada diri sendiri dan bersedia membela pendapatnya sendiri. Harus pula ada propaganda politik yang saling berlawanan, yang di dalamnya banyak orang mengambil bagian. Di lain pihak, orang harus bersedia tunduk terpaksa atas keputusan mayoritas yang bertentangan dengan keinginannya sendiri. Salah satu dari kedua persyaratan itu mungkin tak terpenuhi: rakyat mungkin terlalu penurut dan pengikut seorang pemimpin yang kuat sampai ia menjadi diktator, atau pihak kedua yang hanya mau menang saja, sehingga bangsa akan jatuh dalam anarki.

Kaitan pendidikan dalam persoalan ini dapat dibahas dari 2 segi: pertama, dalam hubungannya dengan watak dan emosi, dan kedua, dalam hubungannya dengan pengajaran (instruction).

Supaya demokrasi bisa dipraktekkan, rakyat sejauh mungkin harus bebas dari kebencian dan sifat merusak, dan juga dari rasa takut dan sikap membudak. Sementara orang tua dan sekolah memmulai dengan usaha untuk mengajarkan kepada anak-anak ketaatan yang penuh, suatu usaha yang menghasilkan budak, atau pemberontak, yang keduanya tidak diharapkan dalam berdemokrasi.

Tentunya itu semua bermula dari pendidikan sejak kecil hingga dewasa. Sistem pendidikan, metodenya, dan segala perangkatnya haruslah mengsinspirasi anak didik dalam ikut andil berdemokrasi yang humanis. Selama ini pendidikan yang kita kenal mengandung banyak kekurangan dan cacat di sana-sini. Pun di sekolah yang seharusnya mendidik kecerdasan moral dan intelektual kita, diskriminasi atas anak didik dan beberapa sekolah unggulan menciptakan jurangnya sendiri, padahal semua orang sadar hal itu menimbulkan iri sosial yang akut pada rakyat. Hal ini semakin dewasa bukannya semakin sadar untuk melakukan perubahan yang lebih baik, bahkan makin dianggap ada keharusan menciptakan sekat-sekat dalam masyarakat. Bukannya rakyat yang egaliter yang tercipat, tapi kelas-kelas sosial dengan segala kecongkakannya yang akan membumi. Demokrasi tidak memiliki sifat-sifat yang merugikan rakyat seperti itu.

Demokrasi yang ideal menurut Russell sejalan dengan demokrasi menurut penulis. Demokrasi yang harus dimiliki tiap komunitas manusia adalah demokrasi humanis, yang tidak mengagungkan fanatisme terhadap paham tertentu, tidak berdasarkan lokal, tidak mempersoalkan sara, bebas dari ancaman mayoritas, menjunjung tinggi hak asasi manusia, keadilan dan kejujuran. Dalam berdemokrasi, bukan presiden atau pimpinan parlemen yang berkuasa atas rakyat, tapi rakyat yang berkuasa atas diri mereka sendiri dan atas negara yang mereka tinggali.

Terakhir, kekuasaan bukanlah kue tart lezat yang menjadi incaran tiap orang, tetapi itu adalah amanah yang harus kita tunaikan sepenuh tenaga dan dengan hati yang bersih dan niat yang tulus ikhlas. Sebaiknya para penguasa negri kita berkaca diri tiap malam, apa yang telah ia perbuat untuk menyejahterakan "tuan-tuan" mereka (seluruh rakyat)?

Read More..

Wednesday, September 23, 2009

Happy 'Eid Mubarok

Semua manusia punya salah dan kekhilafan, tak jarang menyakiti perasaan dan membekas dalam hati. Atas segala copy-paste yang terlupa, atas segala pihak yang tersinggung diekspose di blog ini, atas segala kesalahan data dan penulisan, atas segala macam hinaan dan caci maki, dan atas segala macam kekhilafan yang lain, sang hyang mbahurekso http://www.ealah.blogspot.com/ mengucapkan:

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H
Taqobbalallahu Minna wa Minkum
Minal Aidin wal Faizin
Mohon Maaf Lahir dan Batin


Semoga Allah membuka mata hati kita semua, dan membimbing kita menuju kebaikan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat kita, amin.

Read More..

Saturday, August 1, 2009

Catatan Khutbah Jumat

Kebutuhan manusia tidak ada hentinya. Semakin terpenuhi kebutuhannya, semakin dahaga saja keinginan untuk memiliki hal lain. Manusia selalu saja seperti itu. Tak jarang, beberapa hal yang terbuang karena kita menganggapnya hal remeh belaka. Padahal hal remeh itu sangat berguna bagi orang lain, walaupun kita sendiri sudah tidak memerlukannya atau kita sudah terpuaskan dengan pemanfaatannya.

Ambil contoh air. Pada musim panas nan menyengat seperti ini, seringkali ada masalah dengan penyaluran air bersih. Hampir semua kota mengalaminya, tak terkecuali Kairo yang menjadi ibukota Mesir. Air yang disedot dari sungai nil ini menjadi penyambung kehidupan bagi semua orang di wilayah ini. Masih saja ada orang-orang sok kaya yang membuang air sia-sia. Aku menyebutnya pembuangan yang sia-sia sebab air bersih masih bisa digunakan untuk orang banyak. Jika ia tidak membutuhkan air lagi sedangkan stok air masih melimpah ruah, jangan dibuang-buang untuk menyemprot halaman, jalanan, atau untuk mengisi kolam renang saja. Di wilayah ini (Kairo) sering sekali air tidak mengalir. Tanpa ada pemberitahuan dahulu kepada warga pun, mereka sudah hafal jadwal matinya air. Beberapa truk tangki air bersih didrop untuk mengatasi kekurangan air sementara saja. Aku sering melihat dari balkon rumahku truk truk datang lalu dikerumuni orang yang membawa jeriken-jeriken kosong.

Khotib jumat kemarin menyampaikan pesan yang sangat dalam. Apapun milik kamu, jangan pernah menyia-nyiakannya, walaupun kamu tidak membutuhkannya lagi. Jika ingin membuangnya, maka buanglah dengan berguna. Sedekahkanlah kepada orang yang membutuhkan. Jangan buang air untuk menyiram jalan atau halaman rumah, sedekahkanlah untuk minum para pejalan kaki dan orang lain yang haus.

Khotib peka dengan keadaan sekitarnya, dapat membaca konteks dan realita yang terjadi di masyarakat. Di saat musim panas seperti ini, membuang-buang air bukanlah hal yang bijak. Sementara orang lain tidak memiliki simpanan air. Bersyukur tidak hanya dengan ucapan belaka, tapi juga harus diimplementasikan dengan aksi. Bersedekah untuk mengobati dahaga orang lain yang haus juga mengguyur dahaga sebab hati nurani yang kering. Dalam situasi apapun, hendaknya kita bijak bisa membaca pertanda-pertanda apapun itu bantuknya dan datang dari siapapun tanpa terkecuali. Dalam beberapa waktu yang lalu khotib juga menenangkan kekhawatiran masyarakat akan virus flu burung yang meresahkan. Bersyukurlah karena sumber penyakit itu unggas yang bukan menjadi makanan pokok warga. Jika saja yang menjadi sumber bencana adalah roti, isy yang ternyata gandumnya beracun atau terkontaminasi dengan penyakit, tentunya seluruh penduduk lebih heboh daripada flu burung ini.

Terakhir kali, ada banyak cara bersyukur kita terhadap nikmat yang Allah berikan. Tidak hanya dengan ucapan alhamdulillah belaka, tetapi dengan bersedekah dan tidak menghambur-hamburkan apa yang kita miliki. Karena semua nikmat dan kehidupan berasal dariNya.

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (al-Isra ayat 26 dan 27)

Gambar dicolong dari sini.

Read More..