Wednesday, July 23, 2008

Abang Penjual Gorengan

Mulai sekarang, aku mending makan di rumah deh, daripada makan di emperan jalan, trotoar, ato di warung2 makan yang aku ndak kenal kokinya. Akhir juni, beberapa hari setelah aku sampe di Indonesia tercinta, ada liputan khusus di televisi yang menginformasikan makanan berbahaya yang mengandung racun hebat asal muasal penyakit kanker, tumor, sakit kepala, gangguan pecernaan, di samping penyakit kantong kering akibat sering berobat ke dokter. Makanan itu adalah gorengan sodara-sodara. GORENGAN adalah salah satu kudapan favorit mas Uut yang bisa bikin perut ndut. Tapi setelah menyaksikan berita tersebut di televisi, hati2 ah kalo milih abang tukang gorengan.

Fakta yang terjadi di gerobak pedagang gorengan (bukan fakta di lapangan, emangnya maen sepakbola) adalah: abang itu memasukkan plastik ke dalam minyak panas sebelum menggoreng bahan. Artinya: kita makan mendoan+plastiknya, kita makan tahu isi+plastikya, kita makan pisang goreng+plastiknya, dan kita makan bakwan+plastiknya! Dalam liputan itu diperlihatkan juga abang penjual itu memasukkan plastik bening ke dalam minyak goreng panas sampe larut. Hilang tak berbekas, menyatu bersama minyak kelapa sawit di dalam wajan. Tidak hanya plastik bening saja yang bisa digunakan dalam praktek ini, plastik kresek putih, foam bungkus nasi, sampe plastik kresek item bekas juga dimasukin!

Penyebabnya abang penjual melarutkan plastik ini adalah: biar menekan kerugian dan meraup untung sebanyak-banyaknya. Masalahnya, di saat gorengan tidak laku, dengan minyak+plastik ini gorengan akan tetep renyah kriuk kriuk tahan lama. Sedangkan yang tidak diberi formula plastik, akan cepat lembek dan lebih cepat gosong.

Nah, ciri2 gorengan yang udah tercemar plastik itu diantaranya warna gorengan cerah, tidak gelap apalagi gosong, dan jika gorengan iki dicuil, patahannya akan membentuk garis yang rapi, tidak randomization seperti gorengan yang bebas plastik. Sebaiknya lihat dulu kondisi gorengan yang akan sodara beli.

Upaya meraup keuntungan lewat cara yang merugikan orang lain, apalagi konsumennya adalah orang banyak, jelas terhitung perbuatan dosa. Abang penjual yang hanya gara-gara tidak ingin penghasilannya merosot di tengah-tengah lonjakan harga BBM, kebutuhan pokok, transportasi dan pendidikan anak, rela berbuat hal yang tak terpuji, karena mereka terpaksa, kepepet dan sudah tidak ada cara lain. Yang kulihat di sini: watak bangsa Indonesia yang menginginkan segalanya serba praktis, instan demi keegoisan dirinya dalam mencari keuntungan yang membahagiakan dirinya sendiri, ndak perduli akibat perbuatannya kepada orang lain. saat ia membutuhkan pertolongan, jadilah makhluk sosial yang mencari dana kesejahteraan sosial, berbanding terbalik kala ia berbahagia, ia akan menikmatinya layaknya hidup sendiri di kutub selatan, tak ada yang mengganggu kesenangannya. Sungguh tragedi menjadi bangsa Indonesia.

No comments: