Cairo International Airport. Aku dan Acunk termangu, menunggu. Ya, menunggu, bukan suatu pekerjaan, bukan? Tanggal 17 Juni, atau tepatnya 5 hari setelah ujian harus cabut dari Kairo. Bukan sebab diusir, tapi untuk tujuan yang mulia: kembali ke tanah air, bersilaturrahmi dengan sanak saudara, berkumpul kembali dengan kawan lama, da menikmati indahnya musim kemarau, bukan musim panas yang membakar tenggorokan orang di benua Afrika sana.
Tiket return sudah di tangan, Emirates Airways Economi class (maklum, uangnya pas). Tulisan ini sekedar mereview perjalanan Cairo-Jakarta yang nyaman ini.
Take off dari Cairo tanggal 17 Juni jam 19.30 waktu cairo (seterusnya disingkat WC)
Sampai Dubai tanggal 18 Juni jam 00.45 WC.
Transit tiga jam, lalu take off jam 03.30 WC.
Tiba di Kuala Lumpur jam 10.30 WC atau 14.30 waktu Malay.
Take off jam 11.30 WC atau 15.30 waktu Malay.
Tekan Soekarno-Hatta jam 13.20 WC atau 16.30 WIB.
Jadi, lama perjalanan Nashif n sahabatnya, Acunk adalah: 18 jam 50 menit!
Hmmm, gendheng juga trip ini. Karena perjalanan hampir 19 jam ini pesawat transit 2 kali, dan itu ndak tertulis di tiket! Yang ada, Cairo-Dubai, dan Dubai-Jakarta. Makanya, beberapa hari sebelumnya aku lihat situs Emirates, emang transit 2 kali. N di situs itu bisa dilihat n dicek semua hal yang berhubungan dengen perjalanan kamu komplit. Mulai dari seat, entertainment, meals, cabin view, schedule, sampai informasi pesawat yang akan menerbangkan kamu. Kebetulan aja, Emirates lagi ngerombak kabinnya. Jadi, di kabin baru ini, semua seat, TV, game, n yang lain-lain masih anyar gress.
Cairo-Dubai.
Perjalanan pertama ini nyenengin banget. Aku beruntung dapet seat di tepi jendela, sendirian lagi. Dua kursi di sebelahku kosong melompong. Memang beberapa kursi di seat yang lain juga melompong. Kelihatannya rute Cairo-Dubai tidak begitu laku. Pemandangan Kairo dari udara sangat bagus, bisa dilihat bagaimana datarnya negri Mesir, dan hamparan pasir coklat muda dengan jalan aspal melintang dan menyilang di permukaan.
Ada 2 menu utama yang ditawarkan: rice with chicken atau togin. Aku pilih nasinya, lha sejak di bandara tadi udah kelaparan karena kelamaan nunggu. Pramugarinya dari berbagai ras dan bangsa, tapi yang paling banyak dari China. Negri China memang merajai dunia, jangan heran kalau masa depan dunia akan dikendalikan orang-orang sipit.
Dubai-KL.
Malam di bandara Dubai ini ramai sekali. Di lantai bawah banyak orang berhamparan bersandar di dinding, bahkan beberapa ada yang sambil tidur dan berselimut. Konsep bandara transit ini bagus banget. Di lantai dasar ada shopping centre tanpa pajak, di atasnya ada puluhan gate n boarding room buat yang mau take off, di atasnya buat departure, dan dua lantai di atasnya hotel transit. Gede banget kan? Dari layar informasi di bandara aku juga baru tahu, ternyata ini adalah bandara yang baru aja direnovasi, dan emang tujuannya adalah menampung penumpang-penumpang transit yang berjubel. Dan yang lebih royal, Emirates dibuatin terminal khusus, dan itu sebesar yang kuceritain tadi.
Perjalanan rute ini rame banget. Setahuku sih, semua bangku terisi. Aku kebagian tempat duduk tepat di belakang toilet. Enak sih buat nyandarin kaki, karena agak lega, tetapi posisi layar n meja makan kurang nyaman karena semua terlipat di samping kursi.
Saat sarapan, langsung ditawarin beberapa kudapan yang disiapkan, tapi aku milih buah-buahan aja. Pir segar yang besar menemani kopi hangat pagi hari di pesawat. Saat makan, aku pilih mixed grill. Ni menunya: orange juice, fruits, yoghurt, mixed grill, croissant, muffin n coffe. Semuanya dijamin halal.
KL-Jakarta.
Dari bandara KL, aku masih di tempat duduk yang sama, hanya saja kali ini aku sendirian, karena udah pada turun di KL. Perjalanan yang singkat, tapi terasa meyenangkan, sebab pulau Sumatra udah kelihatan! Dari atas pulau Sumatra, nasi goreng dan buah-buahan disajikan. Lumayanlah, ngisi perut sebelum landing. Kesulitan cari film yang durasinya pas, soalnya cuma 2 jam. Akhirnya pilih film Jepang, walaupun ndak sampai tamat.
Di perjalanan ini dapet kenalan 3 orang, jadi teman ngobrol sekaligus menambah catatan silaturahmi.
Muhammad Zarif (Apa Zafir ya? Lupa, hehe)
Mahasiswa Malaysia yang kuliah di al-Azhar Tanta. Baru setahun kuliah. Menemani di bandara Cairo dan Dubai. Dia duluan yang berinisiatif kenalan, mungkin karena muka sama-sama melayu. Acunk yang lebih banyak bicara aktif sama dia. Aku buat dengerin suaranya aja ndak jelas, soalya aksen melayuya kental sekali. Sebelum turun dari KL, kita sempat berjabat tangan.
Mr. Wiidt.
Mister ini dari Germany. Datang pertama kali di Indonesia lebih dari 25 tahun yang lalu. Karena interest dengan pluralisnya masyarakat Indonesia, dan alam yang indah, sudah puluhan tahun kali mister datang ke Indo. Pria pensiunan kepala sekolah menengah atas di Jerman ini mengaku sudah mengunjungi berbagai negara di asia tenggara, asia timur, asia barat dan beberapa negara di benua afrika. Kebudayaan, tradisi, adat-istiadat adalah hal yang menarik dipelajari. Dan ia mendapatkannya tidak di negaranya, melainkan di Indonesia.
Berbagai informasi ia dapatkan mengenai Indonesia, bahkan ia sudah dapat berbicara Indonesia dengan lancar. Mengenai bobroknya pemerintah Indonesia, politisi, militer, bahkan tahu tempat-tempat pejaja makanan khas kota Solo. Tetapi ia paling suka dengan keragaman dan warna-warni masyarakat Indomnesia, yang menurutnya tidak ada di belahan negara manapun. Jempol dobel buat masyarakat Indonesia.
Saking tolerannya orang Indo, mister ini mengaku ikut solat berjamaah, bahkan puasa Ramadhan di daerah jawa tengah. Dan di pulau Bali, ia berdoa juga di antara pura-pura yang menjadi tempat peribadatan kaum hindu. Mister tahu betul, orang yang berpikiran sempit, merekalah yang fanatik. Fanatik terhadap agama, aliran, suku, atau warna apapun. Orang fanatik tidak akan mendapatkan keuntungan apapun, kecuali kepuasan ego. Dia sendiri beragama katolik. Kepada mister aku bilang: Im so lucky, I can meet the best tourist! Dari ceritanya, aku dapat menyerap berbagai informasi yang berharga, tentang kemanusiaan, tentang hidup!
Tiket return sudah di tangan, Emirates Airways Economi class (maklum, uangnya pas). Tulisan ini sekedar mereview perjalanan Cairo-Jakarta yang nyaman ini.
Take off dari Cairo tanggal 17 Juni jam 19.30 waktu cairo (seterusnya disingkat WC)
Sampai Dubai tanggal 18 Juni jam 00.45 WC.
Transit tiga jam, lalu take off jam 03.30 WC.
Tiba di Kuala Lumpur jam 10.30 WC atau 14.30 waktu Malay.
Take off jam 11.30 WC atau 15.30 waktu Malay.
Tekan Soekarno-Hatta jam 13.20 WC atau 16.30 WIB.
Jadi, lama perjalanan Nashif n sahabatnya, Acunk adalah: 18 jam 50 menit!
Hmmm, gendheng juga trip ini. Karena perjalanan hampir 19 jam ini pesawat transit 2 kali, dan itu ndak tertulis di tiket! Yang ada, Cairo-Dubai, dan Dubai-Jakarta. Makanya, beberapa hari sebelumnya aku lihat situs Emirates, emang transit 2 kali. N di situs itu bisa dilihat n dicek semua hal yang berhubungan dengen perjalanan kamu komplit. Mulai dari seat, entertainment, meals, cabin view, schedule, sampai informasi pesawat yang akan menerbangkan kamu. Kebetulan aja, Emirates lagi ngerombak kabinnya. Jadi, di kabin baru ini, semua seat, TV, game, n yang lain-lain masih anyar gress.
Cairo-Dubai.
Perjalanan pertama ini nyenengin banget. Aku beruntung dapet seat di tepi jendela, sendirian lagi. Dua kursi di sebelahku kosong melompong. Memang beberapa kursi di seat yang lain juga melompong. Kelihatannya rute Cairo-Dubai tidak begitu laku. Pemandangan Kairo dari udara sangat bagus, bisa dilihat bagaimana datarnya negri Mesir, dan hamparan pasir coklat muda dengan jalan aspal melintang dan menyilang di permukaan.
Ada 2 menu utama yang ditawarkan: rice with chicken atau togin. Aku pilih nasinya, lha sejak di bandara tadi udah kelaparan karena kelamaan nunggu. Pramugarinya dari berbagai ras dan bangsa, tapi yang paling banyak dari China. Negri China memang merajai dunia, jangan heran kalau masa depan dunia akan dikendalikan orang-orang sipit.
Dubai-KL.
Malam di bandara Dubai ini ramai sekali. Di lantai bawah banyak orang berhamparan bersandar di dinding, bahkan beberapa ada yang sambil tidur dan berselimut. Konsep bandara transit ini bagus banget. Di lantai dasar ada shopping centre tanpa pajak, di atasnya ada puluhan gate n boarding room buat yang mau take off, di atasnya buat departure, dan dua lantai di atasnya hotel transit. Gede banget kan? Dari layar informasi di bandara aku juga baru tahu, ternyata ini adalah bandara yang baru aja direnovasi, dan emang tujuannya adalah menampung penumpang-penumpang transit yang berjubel. Dan yang lebih royal, Emirates dibuatin terminal khusus, dan itu sebesar yang kuceritain tadi.
Perjalanan rute ini rame banget. Setahuku sih, semua bangku terisi. Aku kebagian tempat duduk tepat di belakang toilet. Enak sih buat nyandarin kaki, karena agak lega, tetapi posisi layar n meja makan kurang nyaman karena semua terlipat di samping kursi.
Saat sarapan, langsung ditawarin beberapa kudapan yang disiapkan, tapi aku milih buah-buahan aja. Pir segar yang besar menemani kopi hangat pagi hari di pesawat. Saat makan, aku pilih mixed grill. Ni menunya: orange juice, fruits, yoghurt, mixed grill, croissant, muffin n coffe. Semuanya dijamin halal.
KL-Jakarta.
Dari bandara KL, aku masih di tempat duduk yang sama, hanya saja kali ini aku sendirian, karena udah pada turun di KL. Perjalanan yang singkat, tapi terasa meyenangkan, sebab pulau Sumatra udah kelihatan! Dari atas pulau Sumatra, nasi goreng dan buah-buahan disajikan. Lumayanlah, ngisi perut sebelum landing. Kesulitan cari film yang durasinya pas, soalnya cuma 2 jam. Akhirnya pilih film Jepang, walaupun ndak sampai tamat.
Di perjalanan ini dapet kenalan 3 orang, jadi teman ngobrol sekaligus menambah catatan silaturahmi.
Muhammad Zarif (Apa Zafir ya? Lupa, hehe)
Mahasiswa Malaysia yang kuliah di al-Azhar Tanta. Baru setahun kuliah. Menemani di bandara Cairo dan Dubai. Dia duluan yang berinisiatif kenalan, mungkin karena muka sama-sama melayu. Acunk yang lebih banyak bicara aktif sama dia. Aku buat dengerin suaranya aja ndak jelas, soalya aksen melayuya kental sekali. Sebelum turun dari KL, kita sempat berjabat tangan.
Mr. Wiidt.
Mister ini dari Germany. Datang pertama kali di Indonesia lebih dari 25 tahun yang lalu. Karena interest dengan pluralisnya masyarakat Indonesia, dan alam yang indah, sudah puluhan tahun kali mister datang ke Indo. Pria pensiunan kepala sekolah menengah atas di Jerman ini mengaku sudah mengunjungi berbagai negara di asia tenggara, asia timur, asia barat dan beberapa negara di benua afrika. Kebudayaan, tradisi, adat-istiadat adalah hal yang menarik dipelajari. Dan ia mendapatkannya tidak di negaranya, melainkan di Indonesia.
Berbagai informasi ia dapatkan mengenai Indonesia, bahkan ia sudah dapat berbicara Indonesia dengan lancar. Mengenai bobroknya pemerintah Indonesia, politisi, militer, bahkan tahu tempat-tempat pejaja makanan khas kota Solo. Tetapi ia paling suka dengan keragaman dan warna-warni masyarakat Indomnesia, yang menurutnya tidak ada di belahan negara manapun. Jempol dobel buat masyarakat Indonesia.
Saking tolerannya orang Indo, mister ini mengaku ikut solat berjamaah, bahkan puasa Ramadhan di daerah jawa tengah. Dan di pulau Bali, ia berdoa juga di antara pura-pura yang menjadi tempat peribadatan kaum hindu. Mister tahu betul, orang yang berpikiran sempit, merekalah yang fanatik. Fanatik terhadap agama, aliran, suku, atau warna apapun. Orang fanatik tidak akan mendapatkan keuntungan apapun, kecuali kepuasan ego. Dia sendiri beragama katolik. Kepada mister aku bilang: Im so lucky, I can meet the best tourist! Dari ceritanya, aku dapat menyerap berbagai informasi yang berharga, tentang kemanusiaan, tentang hidup!
No comments:
Post a Comment