Friday, February 27, 2009

Bengawan Solo, Riwayatmu Kini...


Besok adalah tanggal terakhir bulan ini. Februari, bulan yang sangat pendek, yang paling disuka bagi PNS, sebab mereka punya korting 2 hari atau 3 hari, tidak seperti bulan-bulan yang lain. Aku iseng-iseng ngunjungi situs berita yang sudah lama kucampakkan, http://www.liputan6.com/. Akhirnya pilihanku dimulai dengan meng-klik liputan6 pagi. Kusimak dua sepasang presenter dengan baju batik yang menawan. Aku jadi teringat dengan program pemerintah sekarang yang terus mengkampanyekan produk dalam negri. Terlebih batik yang produk dalam negri, plus budaya, seni, kekayaan dan identitas negri ini. Maka tak heran, Dubes Indonesia untuk Mesir juga tak canggung berbalut batik, baik di berbagai acara santai ataupun formal. Berita pertama yang disajikan adalah luapan sungai bengawan solo yang merendam beberapa daerah di jawa.

Musim hujan sebenarnya bukan masalah bagi negara beriklim tropis seperti halnya Indonesia, melainkan rahmat dan anugrah dari Tuhan. Air jernih yang jatuh dari langit gratis, tanpa kita perlu memohon dengan mengisi formulir dan membayar administrasi untuk mendapatkan air paling jernih. Namun bagi beberapa daerah, khusunya pulau Jawa, hujan yang curahnya terlampau deras malah menyebabkan banjir, salah satu yang tak bisa ditangani penduduk negri ini sampai kapanpun. Bagi yang terbiasa hidup terendam banjir, tentunya mereka sudah bersiap-siap menyambut tamu yang tak pernah diundang. Sedangkan bagi yang jarang-jarang, atau tidak pernah sama sekali kebanjiran, banjir adalah bencana. Orang tua menganggapnya cobaan, yang lain berpendapat balasan atas dosa mereka sendiri, sementara beredar opini sudah saatnya banjir, kutub mencair, suhu tak menentu, dan bumi sering sakit-sakitan sebab usia lanjut.

Di pulau Jawa yang tradisi leluhurnya semakin pudar ini, ada satu sungai yang panjangnya minta ampun: Bengawan Solo. Yang lebih menyedihkan, sungai yang panjangnya sekitar 548,53 km dan melintasi propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur (seperti bus AKAP, antar kota antar propinsi) ternyata meluap. Hasilnya? Kota Blora, Cepu, Ngawi, Sragen, Bojonegoro dan Madiun tergenang banjir. Tidak seluruh kota sih yang terendam, hanya desa-desa atau DAS yang dilintasi bengawan solo aja. Tetapi tetap saja penduduk mengungsi, sebab tidak ada yang bisa dilakukan di dalam rumah yang penuh dengan air. Bahan makanan sulit didapat, kesehatan terganggu, hewan ternak sakit, sawah rusak dan padi gagal panen. Pendeknya, banyak kesulitan dengan datangnya banjir.

Mungkin benar yang berpendapat ini adalah balasan atas dosa yang telah kita perbuat. Hutan digunduli, kayu dijarah, pembangunan pemukiman dan pusat perbelanjaan, menghisap air tanah, menyampah, pencemaran, dan hal keji lainnya telah merusak tanah air kita. Kalau tanah kita rusak, di mana lagi kita mau berpijak? Kalau air kita tak layak, apa lagi yang mau kita teguk? Andaikata sepanjang bantaran bengawan solo tidak ada orang yang membuang sampah di sana, tidak ada pemukiman liar yang pondasinya menancap di bibir sungai, andaikata daerah alirannya ditumbuhi pepohonan, dibuat taman-taman, pastilah anak-anak betah berlama-lama bermain dan bercanda berlatarkan bengawan solo.

Gubernur Jawa Timur Sukarwo (coblos brengose!) ternyata pengetahuannya alam dan geografinya kurang. Kepada SCTV dia berkomentar: "Bengawan Solo manajemen airnya kurang bagus, malah menurut saya jelek. Mestinya dengan sebesar 6 ribu km panjangnya itu bendungannya sepuluh"
Padahal panjang bengawan solo tidak sampai 600 km. Data bengawan solo bisa dilihat di Wikipedia. Tapi mungkin ada benarnya juga, kalau 6.000 km itu butuh sepuluh bendungan, berarti tiap 600 km butuh satu bandungan aja kan? Betul sampean Pakdhe Karwo, pantes Khofifah kalah, ndak bisa nandingi sampean. Sampean kalo bicara jero, ndak bisa ditelen alakadarnya.

Indonesia yang tahun lalu menjadi tuan rumah UNFCC di Bali, tunjukkanlah niat dan keseriusan merawat bumi ini. Apakah kecantikan alam yang Tuhan wariskan kepada negara tropis ini akan begitu saja ditelanjangi manusia begitu saja? Di bengawan solo saja, perubahan iklim semakin terasa bukan? Terakhir, kurang afdhol rasanya jika membincangkan bengawan solo tanpa mendengarkan lantunan Bengawan Solo dari sang maestro kita, Gesang.

Bengawan Solo
Riwayatmu ini
Sedari dulu jadi
Perhatian insani

Musim kemarau
Tak seb'rapa airmu
Di musim hujan, air
meluap sampai jauh

Ref:
Mata airmu dari Solo
Terkurung Gunung Seribu
Air mengalir sampai jauh
Akhirnya ke laut

Itu perahu
Riwayatmu dulu
Kaum pedagang s'lalu
Naik itu perahu

No comments: